
- TAHUN 2022-2023
1. CERPEN KARYA PAK RIJALUL MUKHTAR
Cirebon, 5 Appril 2009
Gemerlap bintang dilangit, hembusan semilir angin yang berhembus dengan lembutnya. Cahaya bulan yang terlihat dengan jelasnya. Pagi itu tepatnya pada pukul 04.00 Seperti biasa, Khaula baru saja selesai melaksanakan sholat tahajud. Tidak seperti biasa, pagi itu nampak ada seesuatu yang berbeda pada raut wajah Khaula. Nampak matanya yang berkaca-kaca tidak kuat menahan tangis. Pagi itu Khaula merasa rindu dengan keluarganya.
Jakarta, 5 April 2009
Pagi yang cerah disertai cahaya sinar matahari yang menghangatkan di kota Jakarta. Di rumah sederhana itu tinggalah keluarga kecil yang selalu bahagia. Abi, ummi dan ade Khansa hanya tinggal bertiga di rumah itu, sedangkan Khaula sedang menimba ilmu di pesantren tahfidz qur’an Cirebon. Abi dan ummi sangat menyayangi kedua anaknya. Ditengah2 kesibukan abi yang menjadi anggota DPR, abi dan umma selalu mengingatkan kedua anaknya agar kelak menjadi seorang penghafal al qur’an.
Pagi itu sekitar pukul 08.00 terdengar suara dering handpone. Mendengar bunyi hp tersebut, spontan umma segera mengambil hp. Raut wajah umma tersenyum karena yang menelpon adalah anak gadis nya di pesantren.
“Assalamualaikum umma.” Ucap Khaula.
“walaikumussalam Khaula.”Jawab umma.
“Khaula gimana kabarnya sehat ?”Tambahnya”
“Allhamdulillah baik umma.” Jawab Khaula.
“Umma, abi dan de Khansa gimana kabarnya sehat ? Tanya Khaula.
“Allhamdulillah sehat semuanya.” jawab umma.
“Oiya ummi aku rindu bangat sama umma, abi dan de Khansa. Umma kesini dong jenguk aku, sudah lama lho aku tidak dijenguk.” Ucap Khaula
“Iya Khaula nanti insha Allah kalau abi sudah tidak sibuk kita jenguk kamu ya.” Jawab umma
“Kamu tau sendiri semenjak abi jadi anggota DPR pulang larut malam terus, belum lagi mengisi majelis ta’lim. Jadi umma ga enak tanya nya, takut abi lagi sibuk.” Tambahnya.
“Hmmmm… Abi terlalu sibuk ngurusin umat, sampe anaknya dilupain.” Balas Khaula sembari muka nya mengerut.
“Khaula tidak boleh begitu, abi begitu juga kan untuk keluarga kita. Abi juga kan harus berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Khaula tdk boleh begitu, Suatu saat kamu pasti bisa mengerti.” (Ucapan umma dengan lembut yang menasehati Khaula)
“iya umma aku ngerti, yaudah nanti aja kesininya kalau abi udah ga sibuk ya, ajak ade Khansa juga. Aku kangen mau mencubit pipi gembulnya.” Ucap Khaula sembari tertawa
“oke sayangnya umma, yaudah Khansa belajar nya yang semangat ya. Nanti kalau kita mau kesana, umma kabari ke ustadzah ya.” Ucap umma.
Akhirnya percakapan umma dan Khansa berakhir, dan Khaula kembali melakukan kegiatan harian nya di pesantren.
Jakarta, 19 april 2009
Pagi yang cerah itu di kota jakarta, diiringi dengan sedikit hembusan angin yang menerpa dedaunan. Gemeruh langkah terdengar begitu kencang, ayunan kaki bergerak begitu cepat. raut wajah umma begitu gugup. Abi, umma dan ade Khansa sedang bersiap-siap ingin menjenguk Khaula. Karena memang pada hari itu kebetulan abi tidak ada kegiatan, sehingga dapat menjenguk Khaula. Akhirnya Mereka bertiga pun berangkat menuju pesantren Khaula. Singkat cerita, sekitar pukul 11.00 mereka sampai di pesantren Khaula. Betapa bahagia nya Khaula bertemu dengan keluarga nya, karena memang ia sudah sangat lama tidak dijenguk oleh abi dan umma. Akhirnya mereka mengobrol2 santai di depan kolam ikan yang besar. Seperti biasa Khaula mencubiti pipi ade Khansa dengan gemesnya.
“Duh sakitt kaa….” Ucap De Khansa.
“Hmm abis aku gemes sama kamu. Kamu makin ndut aja de hehe.” Ucap Khaula.
Setelah sholat dzuhur abi langsung mencari ustadzah yang ada dipesantren untuk ijin membawa Khaula keluar mencari makanan. Mereka berempat pun pergi ke telaga herang yang tepat berada disekitar pesantren. Setalah selesai makan abi, umma, Khansa dan Khaula mengobrol santai sambil melihat-lihat pemandangan telaga herang yang indah. Tiba-tiba Khaula yang sedang duduk terlihat hanya termenung diam dan tidak berkata sepatah kata pun. Umma yang tahu Khaula merasa sedih, akhirnya menghampirinya dan segera memeluknya dengan penuh cinta.
“Insha Allah kalau Khaula bosan, nanti umma dan abi akan menjenguk lagi ya. Tapi Khaula janji sama umma harus semangat menuntut ilmu disini.” Ucap Umma.
Khaula pun hanya mengangguk dan dan terdiam tanpa bisa mengeluarkan kata-kata.
Tanpa terasa terik matahari sudah mulai menghilang, menandakan waktu sore sudah mulai tiba.
Abi, umma, khaula dan de Khansa tidak lama lagi akan pulang ke jakarta kembali. Bergegaslah mereke berempat menuju pesantren. Setibanya dipesantren, khaula menetes kan air mata dan berkata sama umma bahwa khaula masih mau berlama-lama dengan mereka. Abi yang tak tega melihat khaula menangis, mengiyakan kemauan Khaula agar pulangnya nanti malam saja.
Waktu malam pun tiba, abi dan umma kemudian mencari ustadzah untuk melapor bahwa ia akan pulang. Abi dan umma juga titip khaula, jika nanti bosan tolong diberi nasihat. Singkat cerita setelah sholat isya, abi dan umma bersiap untuk kembali ke Jakarta. Saat itu waktu terasa begitu cepat, rasanya belum lama bertemu dengan khaula, akan tetapi karena kesibukan abi di Jakarta memaksanya harus kembali ke Jakarta.
“Khaula, umma balik dulu ya, khaula yang semangat ya belajarnya.” Ucap umma.
“Iya ka Khaula jangan sedih, harus semangat. Kalau ka khaula sedih nanti kita sedih juga.” Ucap de Khansa
Umma pun mendekap Khaula dengan erat, sembari tangah nya mengusap kepala Khaula. Abi yang sudah menunggu di mobil pun melambaikan tangan kepada Khaula, dan menyuruh umma untuk segera masuk mobil karena khawatir sampai di Jakarta terlalu malam. Khaula pun dengan perasaan ikhlas dan pasrah memerelakan abi, umma dana de Khansa untuk pulang dan melambaikan tangan. Mobil abi akhirnya bergerak meninggalkan pesantren, dan Khaula pun kembali ke dalam asrama.
Setibanya di pertengahan jalan, abi merasakan sakit kepala dan sedikit merasakan kantuk yang luar biasa. Umma yang melihat abi sangat lelah dan ngantuk, langsung memijit-mijit abi dengan pijitan yang lembut. Di bangku belakang terlihat ade Khansa sudah tertidur lelap.
“Abi ngantuk ?” Tanya umma.
“Mau istirahat dulu ga bi, biar abi bisa tidur.” Tambahnya.
“Engga usah um, nanti kalau istirahat sampai rumahnya terlalu malam.” Jawab Abi sambil memegang dan memijit leher belakang.
“Yaudah abi bawa nya pelan-pelan ya.” Balas umma.
Selang beberapa menit, tiba-tiba terdengar suara benturan yang sangat keras. “Duarrrrrrrrrrrr.” Mobil yang abi kendarai, menabrak mobil yang berada tepat disampingnya. Kemudian abi membanting stir ke arah kiri untuk menghindari tabrakan yang lebih berat. Karena kondisi abi yang kelelahan dan ngantuk, abi tidak melihat bahwa disebalah kiri adalah parit yang dalam. Akhirnya beberapa detik setelah itu mobil jatuh ke dalam parit, dan terguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti dengan kondisi mobil yang sudah rusak parah. Sedangkan mobil yang tadi tertabrak mobil abi hanya mengalami kerusakan ringan dan tidak ada korban.
Sekita jalanan pun menjadi macet dan terhenti karena adanya kecelakaan tersebut. Warga yang berada di sekitar lokasi pun langsung menghampiri mobil yang terjatuh dalam parit. Warga segera memberikan pertolongan kepada orang yang berada di dalam mobil tersbeut. Selang bebrerapa waktu, ambulance pun sudah datang untuk membawa abi, umma dan de Khansa untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namum sayang, kondisi abi, umma dan de Khansa ternyata sudah tidak terselamatkan. Merekan bertiga meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Pihak kepolisian pun datang ke lokasi dan mengecek identitas abi dan umma. Kemudian polisi tersebut langsung mengabari keluarga abi yang berada di Jakarta. Bude yang mendapatkan kabar tersebut langsung terduduk lemas dan menangis. Bude kemudian terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa. Tak lama berselang tepatnya pukul 22.00 bude menelpon ustadzah yang berada di pesantren. Bude meminta tolong kepada ustadzah untuk memberitahu kepada Khaula bahwa orang tua nya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Ustadzah Fida pun tidak bisa berkata banyak dan hanya mengiyakan permintaan bude.
Ustadzah fida kemudian menghampiri ke kamar Khaula, ternyata dilihat khaula sudah tertidur pulas. Makin tak tegalah perasaan ustadzah fida untuk memberitahu kejadian yang sebenarnya kepada Khaula.
“Khaula,,Khaula,,bangun.”Ucap Ustadzah Fida.
Sekatika Khaula terbangun dari tidur nya sembari kebungan mengapa ia dibangunkan. Tanpa sepatah kata apapun ustadzah fida langsung memeluk Khaula. Teman-teman Khaula yang berada dalam kamar pun ikut terbangun ketika ustadzah fida memeluk Khaula.
“Khaula ikut Ustadzah yuk pulang.” Ucap Ustadzah fida.
Khaula harus pulang sekarang.” Tambahnya.
Khaula merasakan ada sesuatu hal yang pasti terjadi. hatinya bergetar tak karuan pada saat itu. Khaula bertanya kepada ustadzah Fida tentang apa yang terjadi. Tapi ustadzah Fida tidak kuat dan tidak bisa memberitahu kejadian yang sebenernya kepada Khaula. Khawatir terjadi apa-apa kepada Khaula dalam perjalanan. Khaula yang merasakan ada sesuatu yang disembunyikan, kemudian berteriak dengan kerasnya. Ustadzah fida pun tak bergeming dan tetap memeluk erat khaula, kemudian teman-teman Khaula yang tau terjadi sesuatu terhadap abi dan umma Khaula ikut memeluk dan menguatkan Khaula. Khaula makin menangis tersedu-sedu sembari bertanya-tanya bagaimana kabar keluarganya.
Setelah menunggu semalaman, akhirnya pa Asep yang bisa antar jemput datang tepat setelah sholat subuh dan menunggu di depan asrama. Ustadzah Fida dan khaula akhirnya berangkat menuju ke rumah Khaula pukul 05.00. sepanjang di perjalanan Khaula tidak berhentinya menangis sembari ustadzah Fida memeluk dan menguatkan Khaula. Sesampainya mobil di rumah, Khaula langsung berlari ke dalam rumah. Terlihat tiga jasad yang sudah terbungkus kain kafan dan beberapa orang yang mengitari jasad tersebut sambil membacakan doa. Khaula memeluk Jasad ketiga orang yang ia cintai sembari mengungkapkan penyesalannya.
“Umma, maafin Khaula.” Ucap Khaula sembari menangis.
“Andai saja Khaula tidak egois, andai Khaula membiarkan umma dan abi pulang sore tadi pasti ini semua tidak akan terjadi”
Terlihat khaula sangat merasa bersalah, ia merasa penyebab ini semua karena ia meminta mereka untuk menunda kepulangnya. Khaula kemudia memukul-mukul badannya sendiri tak karuan. Khaula yang terlihat semakin lemas pada akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Bude dan keluarga yang lainnya pun langsung membawa Khaula ke kamar. Ustadzah Fida pun menghampiri bude dan memeluknya sembari membisikinya agar tetap sabar. Hari itu pun tak terasa semakin siang, jenazah mereka bertiga pun dibawa menuju tempat pemakaman. Para tetangga dan pelayat pun begitu banyak yang hadir mengiri mobil ambulance menuju pemakaman. Khaula pun didampingi oleh keluarga ikut menuju pemakaman. Khaula terus menangis sepanjang jalan, dan masih merasa sangat bersalah. Jenazah abi, umma dan de Khansa pun akhirnya dimasukan ke dalam liang lahat, sembari dilantunkan suara adzan untuk yang terakhir kalinya. Khaula hanya dapat berdiri di samping liang lahat sembari meneteskan air mata. Ustadzah fida memeluk Khaula dengan erat sembari menasehati Khaula.
“Khaula,, Ingat ya khaula harus tetap sabar, Khaula tidak boleh meratapi kepergian abi, umma dana de Khansa berlebihan. Khaula juga tidak boleh menyalahkan diri sendiri, ini semua adalah takdir Allah. Khaula harus menerima ini semua dengan ikhlas dan sabar. Allah tau Khaula bisa lewati ini semua walaupun butuh waktu yang lama. Khaula harus yakin bahwa dibalik ini semua pasti ada kebaikan yang akan Khaula dapatkan. Meninggalnya abi, umma dan de Khansa bukan berarti khaula berpisah dengan mereka. Akan tetapi abi, umma dan de khansa mengambil keberangkatan lebih dahulu. Khaula harus yakin bahwa nanti di akhirat kelak kamu akan berkumpul lagi dengan semuanya. Khaula juga harus yakin, jika Allah mengambil orang-orang yang kita sayangi, pasti Allah akan hadirkan juga orang-orang yang akan menjaga kita. Khaula tidak perlu cemas, disini ada bude, ada ustadzah fida dan masih banyak orang yang sayang sama Khaula. Sekarang tugas Khaula adalah mendokaan abi, umma dan de Khansa. Kalau Khaula Cuma nangis itu tidak aka ada artinya untuk mereka. Khaula juga harus mengejar cita-cita Khaula untuk menjadi seorang penghafal Qur’an. Karena kalau khaula menjadi seorang hafidzah, insha Allah Abi dan umma akan dipakaikan mahkota di Syurga nanti. Tidak ada kebahagiaan yang lebih membahagiakan orang tua selain anaknya menjadi seorang penghafal qur’an. Terakhir, Khaula harus ridho ya terhadap ketetapan Allah.”
Khaula yang masih merasa sedih kemudian memeluk ustadzah fida dan bude. Khaula berjanji dalam hatinya akan menjadi seorang penghafal qur’an. Bude dan ustadzah fida pun akhirnya mengajak Khaula untuk pulang ke rumah. Selang beberapa hari setelah kejadian itu, akhirnya Khaula pun kembali menuju pesantren dengan penuh tekad dan semangat yang membara. Ia berjanji akan segera menyelesaikan hafalannya dengan penuh komitmen. Setelah beberapa bulan sejak saat itu, akhirnya Khaula menyelesaikan hafalan qur’an 30 juz. Semua serangkaian kejadian yang tidak menyenangkan itu telah menempa mental dan hati Khaula menjadi lebih kuat. Dia lah Khaula Qonita, perempuan yang kuat dan menjadi inspirasi bagi semua orang yang menganalnya.
2. CERPEN KARYA BU IMROH
Si Momok Yang Menguntungkan
Butiran air hujan terus menerpaku, pelepah daun pisang yang menaungiku seakan tak berfungsi. Kuterjang terus hujan yang semakin deras berharap segera sampai di rumah.
Sepanjang perjalanan hatiku menggerutu, “Uh… kenapa sih Bu Guru memintaku membantu teman menyelesaikan soal matematika dulu, sekarang aku jadi kehujanan.”
“Tet… tet… tet ….” Akhirnya bel masuk berbunyi dan menyadarkanku dari lamunan masa SDku.
Kulangkahkan kakiku dengan rasa penuh kemenangan, karena hari ini teman-teman tidak bisa menyontek PR matematikaku seperti biasanya.
Perkenalkan namaku Aisyah, aku murid kelas 2 di salah satu MAN di Jakarta. Aku anak kedua dari enam bersaudara. Hidup di keluarga tak mampu memaksa aku suka belajar, karena belajarlah aku mendapat beasiswa dan dapat melanjutkan pendidikan di sekolah favorit ini. Hampir semua pelajaran aku pahami dari mulai Agama, Tafsir Hadits, Sejarah, Bahasa sampai Matematika yang dianggap momok oleh mayoritas murid. Pemahamanku akan pelajaran tidak didapat dengan instan, semua kuperoleh dengan kerja keras dan disiplin. Bangun jam 3 pagi untuk sholat tahajud, dan belajar adalah asupan pertamaku untuk melalui hari. Tidak ada satupun pelajaran yang kulewati selama di sekolah, karena bagiku semua guru mengajar dengan cara yang sangat menyenangkan. Malam harinya kuulangi lagi apa yang diajarkan para guru, alhasil tidak hanya materi pelajaran yang aku kuasai nomor halaman buku setiap mata pelajaran pun aku hafal. Sehingga setiap kali ulangan teman-temanku antri duduk dekat aku hanya untuk menanyakan nomor halaman agar mereka bisa menyontek buku yang telah mereka duduki. “ Hus… jangan ditiru ya teman-teman!”
“Aisyah …!” Sontak teman-temanku kompak berteriak ketika aku masuk kelas bertepatan dengan bunyi bel.
Tanpa merasa berdosa aku bergegas duduk di kursiku, karena di belakangku Bu Rahma guru matematika kami siap mengajar. Pelajaran matematika hari ini berbeda dengan hari lainnya, karena selama pelajaran Bu Rahma marah. Hampir semua murid tidak mengerjakan PR dan belum paham materi yang diajarkan. Alhasil Bu Rahma memberi kami PR yang lumayan banyak.
“Ai… Kamu kemana dulu sih tadi pagi?” Tanya Aning teman sebangkuku penasaran.
“Iya… gara-gara kamu nih Bu Rahma marah.” Timpal Ziyan dengan sewot.
“Kok gara-gara aku?” Protesku dengan nada kesal.
“Iyalah gara-gara kamu datang terlambat, terus kita gak bisa nyontek PR matematika, jadinya Bu Rahma marah, dan sekarang kita dikasih PR banyak.” Janah si centil pun ikut nyerocos ngeroyok aku.
“Oke-oke… aku nyerah deh. Aku yang salah nongkrong dulu di warung bubur biar kalian gak bisa nyontek. Habis setiap ada PR matematika kalian nyontek melulu.” Paparku sambil tertunduk sedih merasa terpojok.
“Sudah-sudah… kok kita yang nyontek jadi Aisyah yang salah.” Lerai Rasyid bijak.
“Kita adakan belajar kelompok untuk ngerjain PR kali ini. Belajarnya di rumahku saja, siang ini ya… sepulang sekolah. Tenang Ai pulangnya aku antar.” Jelas Rasyid seakan bisa membaca kekhawatiranku, karena semua teman sekelasku tahu uang sakuku sangat terbatas.
Rasyid, Nama lengkapnya Muhammad Rasyid Mubarok sang ketua kelas yang terkenal tajir melintir karena ayahnya menjabat sebagai salah satu staf gubernur DKI Jakarta. Rasyid juga soleh, ganteng, tapi gak sombong, dan sangat dermawan.
*****
Siang ini, setelah masing-masing meminta izin ke orang tua, kami belajar kelompok dirumah Rasyid yang luasnya tidak kalah dengan lapangan sepak bola. Setibanya di lokasi kami disuguhkan dengan makan siang yang sangat lezat, dan baru kucicipi selama seusiaku. Baru setelah shalat Dzuhur berjamaah kami mengerjakan PR bersama-sama sambil berdiskusi membahas cara penyelesaiannya.
“Jangan lupa Ai tentengannya.” Ujar Rasyid ketika mengantarku pulang.
“Tentengan ?” Tanyaku heran karena tak merasa bawa tentengan.
“Ini… karena kamu sudah ngajarin kita-kita, aku beliin silver queen 5 loh” Papar Rasyid menjelaskan sambil menyodorkan goody bag berwarna merah.
“Masya Allah…Tabarakallah… sepertinya hari ini hari keberuntunganku, sudah di kasih makan siang lezat, eh dapet coklat juga”. Seruku senang sambil tersenyum menunjukkan deretan gigiku yang putih.
“Terima kasih ya Syid.” Ujarku lagi.
*****
“Kepada pembina upacara hormat … gerak!”
“Lapor, upacara bendera telah selesai, laporan selesai!” Pekik Rasyid selaku komandan upacara.
“Bubarkan!” Perintah Mister Marsanto selaku pembina upacara.
Setelah upacara selesai, murid-murid dipersilahkan duduk untuk mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah.
“Anak-anak … dua minggu yang lalu sekolah kita mengikuti kompetisi matematika yang di wakili oleh Aisyah.”
“Alhamdulillah dari seluruh peserta kompetisi se-DKI Jakarta Aisyah menempati posisi kedua.”
“Selamat kepada Aisyah yang berhak mendapatkan medali perak dan uang pembinaan senilai dua juta rupiah.”
Mendengar nominal hadiah yang dibacakan kepala sekolah, sontak murid-murid bertepuk tangan gembira. Mereka membayangkan akan dapat traktiran dariku.
“Selamat ya Ai …” Ucap Aning sambil memelukku.
“Hebat kamu Ai jadi juara 2.” Seru Ziyan menyalamiku.
“Iya nih… jangan lupa traktiran nya ya Ai.” Todong Janah.
“Jangan berpuas diri dan tetap rendah hati ya Aisyah….” Pesan Bu Rahma sambil menepuk pundakku.
“Ya Bu … terima kasih ya Bu, berkat bimbingan Ibu saya menjadi juara.” balasku sambil mencium erat tangan beliau dan menahan air mata haru karena bahagia.
Rasa Bahagiaku makin terpancar ketika membayangkan wajah ayah dan ibu yang pasti bangga padaku. Dan rasa syukur kepada Allah SWT pasti akan ku khidmatkan dalam setiap sujudku.
3. CERPEN KARYA PAK DEDI DARYANTO
JUBAH CINTA DAN KEMULIAAN UNTUK AYAH BUNDA
Nania terlihat antusias mendengar nama-nama murid yandg dibacakan pak guru Ahmad di tengah lapangan. Raut mukanya menunjukan rasa kagum mendengar pengumuman tersebut. Bersamaan dengan itu, beberapa murid maju dan berdiri di tengah lapangan. Mereka langsung membuat barisan yg rapi. Rupanya merekalah murid-murid yang namanya disebut tadi.
“Satu, dua, tiga, ….” Nania menghitung ada sepuluh murid yang berdiri di sana. Dan dari sepuluh murid itu ada 2 anak di antaranya adalah teman satu kelas Nania.
Nania adalah anak gadis berusia 8 tahun yang masih duduk di bangku kelas 3 tingkat sekolah dasar. Orang tuanya sengaja menyekolahkan dia di sekolah Islam dengan harapan mendapatkan pembelajaran dan pengamalan nilai-nilai Islami yang baik di sekolah itu.
“Anak-anak, inilah teman-teman kalian yang telah berhasil menghafalkan Alquran juz 30!!” seru pak guru Ahmad diikuti gemuruh tepuk tangan semua orang di lapangan.
“Masya Allah, mereka hebat! Aku mau seperti mereka. Aku mau hafal juz 30 juga.” bisik Nania dalam hati sambil bertepuk tangan kagum.
Sesaat kemudian seorang lelaki yang tampak berwibawa berjalan menuju ke arah mereka. Lalu bapak itu memberikan masing-masing anak itu sebuah Alquran dan selembar kertas piagam. Nania sangat kenal dengan bapak itu. Dia adalah Pak Nardiyanto, bapak Kepala Sekolah di sekolah itu.
Setelah selesai memberikan penghargaan kepada sepuluh murid tersebut, bapak kepala sekolah langsung memberikan senyuman dan sambutan.
“Anak-anakku yang bapak cintai. Bapak bersyukur memiliki murid yang sholeh dan shalehah seperti kalian semua. Dan hari ini rasa sukur bapak bertambah-tambah karena 10 anak dari kalian telah hafidz Alquran juz 30. Ini adalah anugrah dari Allah untuk kami dan sekolah. Bapak bangga dan bahagia. Dan bapak yakin orang tua dari sepuluh teman kalian ini adalah orang tua yang paling berbahagia. Di surga nanti orang tua mereka akan dipakaikan jubah cinta dan kemuliaan. Itu karena anak mereka telah memuliakan Alquran dengan cara menghafalkanya. Masya Allah!”. Ucap bapak kepala sekolah.
Pidato sang kepala sekolah itu memanglah singkat, tetapi menyebar rata ke seluruh telinga. Terekam kuat dalam ingatan. Menyusup sejuk dalam hati. Melecut semangat dan memotivasi.
Binar mata Nania sangat jelas terlihat. Dan jelas sekali, dia mandapat tebaran motivasi. Semua yang dia lihat dan yang dia dengar saat ini melahirkan keinginan yang kuat dalam hatinya untuk menghafal alquran.
Gambaran acara pagi itu rupanya telah melekat kuat dalam ingatan Nania. Sehingga sesampainya di rumah dari sekolah, Nania langsung menceritakan kepada ibunya. Kata per kata dia bercerita dengan detail dan sangat bersemangat. Sehingga sang ibu yang mendengarnya pun terbawa antusias.
“Bunda, Nania mau seperti mereka. Nania mau menghafal juz 30, bunda. Nania mau berikan Jubah Cinta dan Kemuliaan untuk Ayah dan Bunda di surga nanti.” ucap lembut Nania menutup ceritanya.
Perasaan ibu Nania seketika luruh terharu mendengar keinginan anaknya itu. Tampak kedua mata sang ibu berkaca-kaca. Hingga muncul tetesan kecil air hampir keluar dari sana.
“Terima kasih Ya Allah.” gumamnya dalam hati sambil mengusap matanya yang basah.
“Iya Nania sayang, kalau kamu mau menghafal alquran, bunda juga mau. Dan Bunda akan ajak kakak dan Ayah untuk menghafal Alquran juga. Nanti kita minta pak ustadz Sholeh untuk bimbing kita hafalan. Ok?!” tanya ibu Nania.
“Ok bunda. Jadi kita bisa hafalan sama-sama deh!” jawab Nania senang sambil memeluk sang bunda.
“Iya sayang, kita akan menghafal Alquran sama-sama. Dan menjadi hafidz Alquran sama-sama juga.” tambah bunda melengkapi.
“Dan kita akan menjadi keluarga penghafal Alquran!!” Sahut Nania dengan suara gembira.
Masya Allah, Allahu Akbar!! Ternyata dari peristiwa kecil, dari kata-kata singkat dan sederhana bisa menjadi jalan hidayah dari Allah bagi hal yang besar dan mulia.
4. CERPEN KARYA BU TITI RACHMAWATI
PERJALANAN TERINDAH
“Bismillah…” kunyalakan kran air dan bergegas untuk berwudhu. Adzan Ashar telah berkumandang, kugelar sajadah dan kuniatkan untuk shalat Ashar.
“Allahu akbar…” kuresapi setiap gerakan shalat dan tak lupa tumaninah sebagai rangkaian dari shalat yang kulaksanakan.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB, bergegas aku berdoa dan melanjutkan shalat Safar agar perjalananku diberi keselamatan.
Tamu-tamu dan keluarga sudah siap dan menungguku sedari siang. Perbekalan makanan dan pakaian yang kusiapkan dalam tas ransel sudah dimasukkan ke dalam mobil.
Tampak 3 mobil berjalan beriringan mengantarkanku menuju tempat berkumpul rombongan, tepatnya di Mesjid Al Azhar Jaka Permai Bekasi. Satu persatu sanak keluarga dan kerabat mengucapkan
“Semoga selamat sampai tujuan” sambil memelukku dan berdoa.
“Semoga menjadi haji yang mambrur”.
Ya, perjalananku kali ini menuju Baitullah, rumah Allah yang kurindukan, memenuhi panggilannya, melaksanakan salah satu rukun Islam kelima bersama suami tercinta. Tak terasa air mata menetes, saat memeluk kedua orangtua, dan anak-anakku yang masih kecil.
“Kutitipkan pada Allah, melalui Bapak dan Ibu. Tolong jaga ya bu, mohon maaf merepotkan.” Ujarku pada ibuku sambil berpelukan.
“Ibu pergi dulu ya nak, insyaAllah akan kembali menjadi haji yang mambrur. Jaga diri, jaga adik, eyang dan kakek. Jadi anak shalehah dan pintar ya.” pintaku pada putri pertamaku yang berusia 10 tahun dan adik laki-lakinya yang berusia 6 tahun.
Kutegarkan hatiku dan kuikhlaskan pada Allah, aku berjalan memenuhi kewajibanku maka kutitipkan amanahmu padaMu. Bus rombonganpun berjalan di kegelapan malam menuju tempat penginapan, asrama haji.
***
“Para penumpang pesawat Saudi Arabia Airlines JKS 24 Boeing 777-300ER yang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional ‘Prince Muhammad Bin Abdul Azzis Madinah…” terdengar announcement dari pramugara pesawat yang kami tumpangi.
“Alhamdulillah sampai dengan selamat” syukurku menyambut pendaratan. Kusiapkan semua barang bawaanku, bergegas antri untuk pemeriksaan dokumen. Kulihat wajah lelah teman-teman rombonganku, mengingat sudah lebih dari 8 jam berada diatas ketinggian. Antrian panjang pun mengular, namun ditekadkan berbekal dan kekuatan melawan rasa kantuk dan lelah yang mendera.
“Alhamdulillah akhirnya bisa rebahan.”sahut teman sekamarku bu Yayah. Usianya memang jauh diatasku namun semangatnya terasa masih muda. Di Madinah, aku sekamar dengan 4 orang ibu-ibu yang usianya semua seumuran dengan Ibuku. Sambil beristirahat kami berkenalan dan bercerita tentang keluarga masing-masing. Kebetulan kami bersepuluh merupakan pasangan suami istri, para suami ditempatkan dalam 1 kamar bersama suamiku yang bertugas menjadi ketua regu. Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan dalam 1 regu.
“Tolong ya dek Rachma, bantu saya” pinta ibu Retning yang membutuhkan perlakuan khusus mengingat kondisinya yang harus memakai kursi roda.
“Ya Allah jadi ingat ibu dirumah” gumamku, mengingat kondisinya hampir mirip dengan ibuku yang harus memakai tongkat ketika berjalan. Apapun segala kebutuhannya, kami sekamar saling bantu membantu.
“Ada yang mau daging?” Tanya bu Tely.
“Tidak bu, terima kasih.” Jawab aku, bu Yayah, bu Ani dan bu Retning kompak. Setiap jam makan tiba, nasi kotak menghampiri, dan daging selalu menjadi menu utamanya. Rasanya blenger, melihat daging pun sudah kenyang.
Alhamdulillah makanan berlimpah, tidak pernah kekurangan, buah-buahan yang besarnya melebihi buah-buahan di tanah air, selalu tersedia. Air minum dan zam-zam yang kami bawa dari Mesjid pun banyak sekali bisa kami minum setiap saat sebagai nutrisi dan bekal kami untuk ibadah haji.
***
Setelah 10 hari menikmati ibadah di Madinah, tiba saatnya mengambil miqot untuk melaksanakan ibadah umroh sebelum beribadah haji.
“Bismillahi tawakaltu Allallahu, lahawala walaquwata ilabillah..” doa kami smua ketika keluar dari hotel dan berangkat menggunakan bus. Ada rasa sedih menyelimutiku ketika harus meninggalkan tempat kelahiran Rasulullah. Walau hanya 10 hari, tempat ini nyaman seperti rumah sendiri, walaupun saat itu panas terasa sampai 41 derajat celcius.
Bus rombongan berjalan menuju Mekkah Al Mukaromah. Tak terasa mengalir air mata melihat Ka’bah kembali. Seperti rindu yang tersampaikan. Tepat setahun lalu, ketika melakukan ibadah umroh, aku membayangkan akan kembali melihat Ka’bah. Dan Allah mengabulkan doaku. Setahun kemudian Allah pun memanggilku untuk melaksanakan ibadah haji.
“Labaik Allahuma Labaik…Labaik ‘ala syarikalakalabaik…innalhamda wani’mata lakawalmulk lasyarikalah”
Rangkaian demi rangkaian kujalankan dengan bahagia. Semua begitu berkesan, dimulai tanggal 9 Dzulhijah kami wukuf di Arafah, dimana smua umat Islam yang berhaji berkumpul disana. Berlanjut mabit di Mudzalifah, di hamparan yang luas calon haji terlihat begitu banyak, beratapkan langit kami menggelar karpet untuk sejenak memejamkan mata. Terlihat sebuah pemandangan yang diibaratkan seperti di Padang Mashyar.
Berlanjut kemudian kami menuju Mina untuk bermalam dan melakukan lempar jumrah (aqabah, wustha, ula). Pelemparan berjalan dengan lancar, mudah dan tanpa desak-desakan. Sungguh karunia dari Allah yang Maha Agung, tiada kesusahan yang kami rasakan. Semua begitu mudah, tanpa rebutan, tanpa kendala. Apa yang diceritakan tentang kesulitan sebelum kami berangkat tentang terowongan Mina, lempar Jumroh, alhamdulillah tiada yang terjadi.
“Bismillah kubuang sifat setan yang ada dalam diriku.” ucapku sambil melempar kerikil sebanyak 7x dengan doa yang berbeda-beda.
Setelah bermalam di Mina selama 3 hari, kami melanjutkan perjalanan menuju Mekkah untuk tawaf, sai dan tahalul. Menggunakan bus, membawa tas ransel yang berisi pakaian dan cemilan secukupnya kami bersama-sama menikmati perjalanan dan rangkaian ibadah di Masjidil Harram.
“Alhamdulillah selesai.” Perasaan haru biru mewarnai kami smua setelah memotong rambut (tahalul). Tangisan rasa syukur dan pelukan selamat menghiasi Masjidil Harram. Jutaan manusia bersyukur dan bersujud menghadapNya. Bagaikan pakaian yang kembali putih bersih.
***
Banyak kejadian yang membuatku menyimpulkan bahwa ini adalah perjalanan terindahku. Diusiaku yang saat itu menginjak 35 Tahun, aku dan suami sudah mendapatkan panggilan istimewa, ibadah haji.
Dengan tekad yang kuat ingin memenuhi kewajiban rukun Islam kelima, begitu kami mendapatkan rezeki, tanpa pikir panjang kami mendaftarkan diri untuk berhaji di akhir tahun 2011. Setelah menunggu selama 5 tahun lebih, akhirnya ditahun 2017 Allah memanggil kami. Banyak yang mengira aku dan suami berangkat melalui haji plus, padahal kami berangkat melalui haji reguler pemerintah.
Selama proses menunggu, kami berusaha memantaskan diri untuk belajar lebih baik sebagai hamba Allah. Tak lupa kami selalu berdoa dan banyak bersedekah sampai waktunya tiba.
Ada beberapa kejadian yang membuatku takjub selama perjalanan haji. Saat itu di depan ka’bah sedang ramai dan padat sekali yang tawaf, sehingga agak sulit untuk mencium ka’bah walau dalam hati sangat berharap. Entah dorongan dari siapa awalnya, tiba-tiba aku dan rombongan seperti terbawa arus untuk mendekati dan mencium harumnya ka’bah yang wanginya tidak hilang berhari-hari. Serta sering memasuki kawasan Hijr Ismail untuk bisa salat disana, padahal dijaga ketat oleh petugas.
“Aku kepingin banget makan martabak” ujarku pada bu Yayah saat di Mina. Entah kangen atau apa, ingin sekali makan martabak saat itu. Tak selang beberapa lama, tiba-tiba datang teman dari kelompok lain memberikan kami martabak, cukup untuk 2 orang. Saling bertatapan kami terdiam, hanya mengucapkan masyaAllah. Sungguh keajaiban.
Tak hanya itu, saat di Mesjid Nabawi Madinah, saat aku dan bu Yayah salat tahajud sampai menunggu syuruk, rasa lapar menyelimuti.
“Laper nih, aku pengen banget sarapan roti”ujar bu Yayah. Ketika aku memutar badan tanpa sengaja, melihat orang dibelakangku beranjak pergi, kulihat sebungkus roti tergeletak dilantai. Kutanya pada orang-orang dibelakangku, “ini roti siapa yang ketinggalan?” semua menggeleng tidak ada yang mengakui.
“MasyaAllah… saat ingin makan roti, tiba-tiba tersaji di depan mata”
Pernah juga, saat berjalan-jalan membeli oleh-oleh entah itu makanan atau parfum, kami sering kali diberikan bonus tambahan atau harga yang murah. Alhamdulillah semua kebaikan dari Allah SWT.
Itu hanya sekelumit kejadian menakjubkan, masih banyak hal-hal lain yang membuatku sangat berkesan dan tidak cukup kuceritakan smua disini. Disana banyak orang berbondong-bondong beramal, setiap sore kami selalu diberikan barang/makanan dari masyarakat sekitar hotel tempat kami menginap. Memakai truk besar, seperti diobral-obral, setiap kami lewat selalu diberikan sesuatu bonus baik berupa barang ataupun makanan. Koper kami pun penuh dengan barang-barang hadiah dan oleh-oleh. Hati kami pun penuh dengan kegembiraan akan nikmat Allah dan rasa syukur.
MasyaAllah Tabarakallah
Semoga pengalaman perjalanan indahku bisa memotivasi siapa saja yang membaca, dan semoga ibadah hajiku dan suami diterima Allah SWT dan kami dijadikan manusia yang lebih baik dan haji yang mambrur. Aamiin.
5. CERPEN KARYA PAK ABDUL MUKSID
Mengaji Al Qur’an ala orang tua dulu di Ad Da’wah
Bermula pada tahun 2012 sebagaimana umumnya aku sebagai jama’ah sholat di masjid Ad Da’wah yang saat itu masih bangunan masjlis taklim Ad Da’wah sekaligus mushola seorang bapak usia lanjut yang kala itu juga sebagai orang tua sepuh menyampaikan niatnya padaku seperti ini yang beliau tuturkan “ustadz tolong ajarin kita ngaji ya”. Tutur pak Sarjan. Beliaulah yang memperkasai pengajian malam rabu dan malam sabtu selepas sholat Maghrib berjam’ah sampai menjelang waktu Isya, usianya yang tidak mudah lagi justru sudah menyiapkan diri untuk bekalnya pulang kampung ke negeri akhirat. Mulailah malam rabu setelah sholat maghrib dengan jumlah sekitar tiga orang ; pak Sarjan, bang Ahmad (marbotillah), pak H Masim dan bang Ujang RT. Secara kontinyu dilakukan dari tahapan mengaji Al Qur’an juz 1 hingga juz 30 selama kurun waktu 3 tahun khatam Al Qur’an bersama dan ide membuat nasi kuning plus lauk pauk orek tempe dan irisan telur dadar kusuguhkan untuk mereka dalam beberapa bungkus mika yang sudah disiapkan istri untuk di bawa ke masjid Ad Da’wah.
Mereka merasa surprice bercampur haru, karena mereka tidak menyangka bakalan khatam dengan sedikit perayaan kecil yang belum pernah mereka alami sejak dulu dan kini mereka dapati dengan penuh keharuan, jumlah personel pun menambah menjadi enam orang yakni bang Indra Optik dan bang Fahruki. Tambahan materi pun bervariasi sehingga menyesuaikan pula dengan tingkat pengetahuan setiap anggota yang mengaji, cara-cara pentransfer-an ilmu pun sebaik mungkin aku lakukan dengan bertujuan bisa dengan mudah diterima oleh mereka.
Disela kami belajar mengaji, majlis taklim pun dengan hasil musyawarah pengurus dan jama’ah akan segera renovasi menjadi masjid sekitar sembilan bulan perjalanan mengaji malam rabu dan malam sabtu pun tetap istiqomah diadakan meski bertempat di serambi rumah Pak KH Zainudin Ilyas, bahkan diawal-awal pernah pindah ke ruang sekretariat darurat pembangunan masjid Ad Da’wah. Aku pun sangat terharu dengan keseriusan dibawah kepemimpinan ketua kelas pak Sarjan dan anggota lainnya yang sangat semangat untuk belajar Al Qur’an, meski pernah beberapa mengaji dibarengi hujan turun dan sedikit air yang menetes dari atap langit-langit rumah, kami abai dan fokus untuk mengaji. Kesabaran dengan tempat yang kami alami menjadikan terbayar dengan baik ketika masjid Ad Da’wah rampung dan diresmikan oleh Habib Ahmad Kaff (guru KH Zainudin Ilyas) dari Jl. Ganceng Jakarta Timur. Masjid Biru Sebutan masjid Ad Da’wah pada sebagian jama’ah karena didominasi warna biru pada bagian eksterior. Bahkan masjid ini juga pernah menjadi latar film televisi religi pada station Indosiar dan MNCTV, sehingga tak ayal ada beberapa bintang iklan, aktor kenamaan seperti Unang Bagito, Zaky Zima sering kali berlalu lalang dan sholat di masjid Ad Da’wah kala itu.
Cukup menganggap biasa saja bagi jama’ah masjid Ad Da’wah dan masyarakat sekitar terhadap beberapa aktor yang acapkali melintas sehingga para insan televisi merasa nyaman dan memiliki privasi yang cukup aman tanpa digandrungi atau sekedar diajak photo bersama. Sehingga ini memberikan keberkahan rezeki tersendiri untuk kas masjid, ekonomi rumah warga bahkan makam umum kampung Pedurenan yang dikontrak sebagai latar sinetron religi.
Kembali pada kisah menarik para pembelajar Al Qur’an setelah melewati lima tahun membersamai pak Sarjan selaku ketua kelas dan tim, Allah mentakdirkan pak sarjan sakit dalam istilah orang betawi bilang sakit ampeg, sesak nafas sehingga berjalan meski jarak rumah ke masjid dekat pun terasa payah dan terengah-engah akhirnya beliau pun setahun sholat di rumah dengan penglihatan yang mulai kabur. Tak lama kemudian istri beliau yang setia Allah takdirkan meninggal lebih dulu sehingga ini pun membuat pak Sarjan nampak secara tidak langsung memikirkan yang akhirnya 40 hari berlalu ia pun Allah panggil dalam kematian yang semoga husnul khotimah, semoga Allah SWT menerima amal sholehnya dan bacaan Al Qur’annya saat beliau belajar Al Qur’an.
Kegiatan pembelajaran Al Qur’an pun tetap berlanjut, kali ini personal bertambah dengan kehadiran bang Zulkifli, Muhammad Iqbal, Pak Mahrudin Mz, dan pak Syarif. sehingga kalau peserta ini hadir semua berjumlah dua belas orang. Namun seiring waktu dan kesibukan dari masing-masing orang biasanya hanya terdiri dari lima orang yang hadir aktif yakni pak Benny Van Burgh, Pak H. Masim, bang Ahmad, Bang Indra Optik. Belakangan di tahun 2020 bang Yusuf adik dari pak H. Masim pun turut bergabung. Mereka tertarik dengan ragam materi yang disampaikan saat berlangsung kegiatan tahsinul Al Qur’an antara lain materi jilid 1-6 metode baca Al Qur’an UMMI, tajwid, Gharibul Al Qur’an (bacaan unik dalam Al Qur’an) dan hafalan terapan pada juz ke-30 (Juz ‘Amma). Semoga Allah SWT mengistoqamahkan para pembelajar Al Qur’an di masjid Ad Da’wah dan sebagai hiasan di alam barzakh kelak, Aamiin yaa Rabbil’aalamiin.
6. CERPEN KARYA BU EDWI YUSRIANA
Tangisan Hari Akhir
Sepenggal cerita di kelas 1 SAF oleh Miss Edwi Yusriana, S.Pd
Seperti biasa hari ini ada pelajaran Agama oleh Miss Shofa. Sebagai walas kami tetap berada di kelas untuk memperhatikan anak-anak dalam proses pembelajaran. Tiba-tiba terdengar suara isak tangis, disela-sela suara Miss Shofa. Dan suara isakan tangis pun berubah menjadi suara tangisan yang membuat seluruh mata yang ada di kelas tertuju kepada salah satu anak murid yang paling kecil di kelas. Zea Namanya, tubuhnya yang mungil ikut bergetar karena tangisan penuh ketakutan.
Dengan sigap aku mendekatinya sambil berkata, “Kenapa Zea sayang?”. Tangisan pun makin tumpah sejadi-jadinya..huaaaa..huaaa.. “Aku ga mau ada hari akhir… aku ga suka hari akhir “….huaaa.. masih menangis dengan kencang. Perlahan aku memeluknya,” loh memang kenapa hari akhir?”. “ nanti cipa dan ciku sama siapa?” “kan aku nanti ga ada, nanti siapa yang kasih makan dan urus..” dengan suara isak dia menceritakan penyebab tangisnya. Heheheh, mau ketawa takut dosa jadi aku menahan dengan mengulum senyuman, sambil berkata, ”Sayang, hari akhir insya Allah akan terjadi, sebagai orang iman kita tidak boleh ga mau ada akhir atau tidak suka, karena itu adalah yang kita PERCAYA , sebagai rukun iman yang ke 5”. Owh iya, cipa dan ciku adalah nama-nama kucing kesayangan Zea, setiap hari selalu bercerita tentang keadaan kucingnya, makanya masya Allah benar-benar memikirkan dan sayang banget sama piaraanya.
“Tapi miss hari akhir itu ga enak “, zea masih menuntut jawaban. “ Sayang, hari akhir, nanti semua memang akan hancur semua dan rusak, tapi kita ga usah takut atau khwatir karena kita orang iman nanti akan di tolong oleh Allah dan akan dikumpulkan kembali, nanti semua akan bertemu lagi”, sebagai guru kami berusaha memberikan penjelasan yang bisa di mengerti oleh anak, dan tentunya yang menenangkan.
‘”Owh gitu miss, jadi nanti aku bisa urus cipa dan ciku lagi?”, kali ini sudah tidak menangis, sepertinya sudah bisa memahami makna dari hari akhir. “Tentu kita nanti kita akan berkumpul lagi sama-sama ya miss shofa?”., aku menjawab dan meminta penguatan kepada miss shofa. Miss shofa pun menjawab, “Betul miss Edwi kita kan berkumpul bersama-sama nanti setelah hari akhir karena kita adalah orang-orang beriman”.
Alhamdulillah Zea sudah mulai tenang, hanya masih terlihat dari tarikan nafas yang masih tersenggal senggal. Aisyah yang berada di sebelahnya turut membantu meredakannya dengan merangkul dan menguatkan, “ Tenang ya Zea jangan takut hari akhir nanti kita sama-sama.”
Tiba-tiba anak muridku yang bernama shaquile ikut menghampiri Zea dan mengusap air mata Zea dengan tisu yang sudah dia ambil sebelumnya. “Jangan menangis ya Zea, ga papa hari Akhir itu”, melihat pemandangan itu jadi ingat film drakor yang suka ada adegan yang perhatian so swettt…hihihii…
Begitulah anak-anak yang lucu dan menggemaskan…
Penting banget untuk memberikan pembelajaran yang bermakna.
Memberikan penjelasan yang jelas sehingga bisa dimengerti dengan mudah oleh anak. Alhamdulillah pembelajaran pun berjalan kembali dengan baik dan menyenangkan. Miss Shofa Kembali melanjutkan materi pembelajaran hari itu, RUKUN IMAN yang ke 5, anak -anak pun sudah menyimak penjelasan dengan asyik. Sudah tidak ada lagi tangisan hari akhir, sekarang yang terlihat senyuman dan semangat anak hebat yang sholeh dan sholeha untuk belajar serta mendapatkan pengalaman baru.
- TAHUN 2021-2022
1. CERPEN KARYA BU INAYATI HASAN, S.Pd
Al ALIY( ALLAH MAHA TINGGI)
Zahra sedang bermain di depan rumahnya, ketika Zahra bermain ia melihat seorang nenek sedang berjalan tertatih tatih menghampiri rumah Al temannya, terdengar sayup sayup nenk itu mengucap salam di rumah Al, lalu terlihat Al keluar dari rumahnya dan mengusir nenek tersebut.. hey nenek tua sana pergi jangan dekat-dekat rumah ku nanti aku ketularan miskin seperti mu… lalu nenek tersebut berkata dengan pelan…nak kasian nenek nenek tuidak meminta minta nenek hanya ingin bertanya alamat rumah anak nenek… kata Al tidak mungkin rumah nenek di sini, ini perumahan bagus nek tidak mungkin ada anak yang mempunyai ibu seperti nenek…sana nenek pergi sebelum nenek mengotori rumahku yang besar dan bersih ini…. Al mengusir nenek tersebut..betapa sedihnya hati nenek itu ..lalu Zahra mendekati nenek tersebut dan menanyakan ada apa nek…nenek lalu menceritakan apa yang terjadi dirumah Al… Astagfirullah al adzim sombong sekali Al merasa tidak sebanding derajatnya dengan nenek ini…yaa Alllah kasian nenek ini pasti sedih di perlakukan Al seperti itu. Padahal kita sebagai manusia tidak boleh sombong, sebab kita hanyalah seorang mahluk ciptaan Allah, dan hanya Allah Yang Maha Tinggi memiliki sifat Al Aliy.
Zahra lalu mengajak nenek itu masuk kedalam rumahnya dan memberinya minum lalu Zahra memanggil mamanya untuk menanyakan alamat rumah anak nenek itu.. Alhamdulillah bunda tahu rumah anak nenek imah namanya setelah bunda Tanya. Lalu bunda mengantarkan nenek imah kerumah anaknya yang tidak jauh dari ruymah kami. Dan ternyata rumah anak nenek imah jauh lebih besar dan lebih bagus dari rumah aku dan Al.
Setelah bunda mengantar dan bertemu dengan anak nenek imah anak nenek imah berterima kasih pada aku dan bunda, ternyata nenek imah suka lupa rumah anaknya kata bunda nenek imah sudah pikun jadi gak inget alamat rumah anaknya sendiri. Dan sebagai ucapan terima kasih aku di berikan hadiah oleh nenek imah.Alhamdulillah terima kasih nenek imah yang baik.
Anak – anak sholeh dan sholehah pasti sudah tahu bahwa Allah memiliki 99 sifat yang baik yang di kenal Asmaul Husna. Nah salah satu sifat yang baik Allah yaitu Al Aliy yang artinya Allah Maha Tinggi. Dalam surat Al Baqoroh ayat 255 di sebutkan artinya yaitu.. “Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi dan Maha Besar”.
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi kedudukan Nya dan Maha Tinggi sifatNy, tidak seperti kita mahluknya. Bahkan tidak ada mahluk yang bisa mesebanding dengan sifat Nya. Allah selalu berada di tempat yang tinggi pada Arsynya dan itu juga yang menunjukkan ketinggian DzatNya.
Sebagai mahluk Allah yang paling sempurna kita sebagai manusia harus bersyukur karena Allah menciptakan kita sebagai Mahluk yang paling sempurna. Dengan selalu bersyukur kita akan memilikiketinggian dan kemuliaan di mata Allah. Al Aliy Yang Maha Tinggi akan menaikan derajat kita di hadapan Allah SWT.
Dialah Allah Al Aliy Allah yang Maha Tinggi dengan ketingianNya tak akan ada yang sanggup menjangkaunya. Jiwa dan raga kita adalah milik Allah, tak pantas jika kita memiliki sifat tinggi hati atau sombong. Jika Allah berkendak apapun yang bisa terjadi dan jika Allah tidak berkehendak apapu tak akan pernah terjadi, walau kita memaksa sekeras apapun atas kesombongan kita.
Anakku hamba Al Aliy adalah seorang hamba yang selalu berbuat kebaikan dan hal mulia serta tinggi nilainya. Ia akan selalu menjauhi persoalan yang bukan menjadi urusannya. Karena yang ia cari hanyalah ketinggian akhlaq dan martabat di mata Allah yang Maha Tinggi.
2. CERPEN KARYA BU EDWI YUSRIANA, S.Pd
HATI YANG IKHLAS
Sinar matahari sudah beranjak naik. Suasana sudah mulai terasa panas ketika mendengar berita yang mengagetkan itu.
“Mbak…ibu sesakk. Ini mau dbawa ke rumah sakit”. Terdengar suara tangis dalam kalimat tersebut.
Bagaikan petir yang menyambar langit, langsung air mata turun dan kepanikan melanda.
“Ayah..cepat…kita ke rumah sakit…ayoo..ibu sesak..sambil menangis dan terus merancau…
“Ibu sehat ya
.ibu ga papa ya..ibu kuat ya…ibu kami sayang ibu…
Seketika kepanikan terjadi di rumah yang sangat sederhana itu, anak-anak pun terbawa suasana..mereka terus bertanya, “ibu kenapa bunda? Ibu koq di rumah sakit? Om wibo bilang ap?.. pertanyaan pertanyaan terus dilontarkan…tapi tidak ada jawaban..hanya rintihan ketakutan dan tangisan… Sambil menjawab, “berdoa y sayang…doain ibu sehat..sambil seraya memeluk anak-anak.
Ayah melajukan motor dengan kecepatan tinggi, kami pun masih dalam keadaan panik. Selama perjalanan yang lumayan ramai hari itu, karena weekend jadi agak padat, kami menangis dan berdoa terusss…istigfar selalu diucapkan..untuk menenangkan hati.
Sampailah.. dihalaman RS. Langsung menuju ruang IGD derai air mata tak berhenti, ingin segera berjumpa ibunda.
Air mata makin berderai, melihat ibu terbaring di tempat tidur sambil memegang perutnya dan selang infus yang sudah tertancap d salah satu tangannya. Hati ini terluka melihatnya, nafasnya yang tidak teratur, melihat wajahnya yang menahan kesakitan. Masya Allah..baru kali ini aku melihat beliau tak berdaya, ibuku yang energik, ibuku yang tak pernah mengeluh sekarang sedah terbaring lemah d rumh sakit.
Melihatku datang dengan tangisan dia langsung tersenyum “mbak, ga boleh nangis..ibu gapapa koq, ibu kuat..sambil mengangkat jempolnya. Padahal aku melihat dia menyembunyikan rasa sakit itu. AQ berusaha menahan diri untuk tidak bersedih.. langsung ke dekati ku pegang tangannya dan berkata..”iya dong ibu aku kan hebat… InsyaAllah sembuh ya Bu, kita cek sakitnya.. beliaupun kembali berusaha tersenyum sambil menahan tangis…
Aku tahu pasti ibu sedih, karena beliau adalah orang yang tidak mau merepotkan, apalagi membuat orang menangis atas keadaanya.
Di UGD RS tersebut cukup ramai, oleh orang-orang tua seperti ibu. Jadi bikin parno juga buat aku, apalagi IGD RS ini mengingatkan aku akan peristiwa 2 tahun lalu saat ingin melahirkan anak ketiga, di bulan Ramadhan saat itu. Ananda hanya bisa bertahan 2 jam setelah dilahirkan, dan kami beri nama Akmal Ramadhan. Supaya menjadi penolong kami nanti di hari Akhir. Aamiin. Selain Tabungan syurga ku, di IGD ini juga uti, ibu dari ayahku pernah diberikan pertolongan pertama dan akhirnya meninggal dunia. Jadi betapa aku harus menata hati untuk menahan semua trauma dan harus tetap mendampingi ibu.
Ibu memulai percakapan, dengan menanyakan aku sama siapa kesini, naik apa? Udah ke rumah ibu aja, ada makanan , makan di rumah aja jangan disini anak-anak ayahnya suruh bawa pulang ke rumah ibu.. ya Allah ibu, di saat sedang sakit seperti ini masih menanyakan keadaan anak cucu dan menantu nya.
Ya begitulah ibuku, selalu sayang pada siapapun. Dan tidak pernah membedakan, anak, cucu dan menantunya adalah semua kesayangannya semua istimewa katanya tidak pilih kasih.
Kepada tetangga nya pun demikian, kadang beliau mencarikan obat dan membelikan makanan. Masya Allah ibu…
Tidak pernah mementingkan dirinya sendiri. Kadang ibu melaju dengan sepeda motornya untuk berkeliling mengunjungi teman-teman pengajian nya, apalagi kalau ada yang sakit beliau sudah paling repot untuk menjenguk.
Ya.. begitulah ibuku yang selalu bahagia melakukan segala sesuatu makanya beliau happy. Pernah aku tanyakan “Bu, ibu ga capek?”
“Heheh cape ya pasti mbak, tapi kalu happy jadi hilang deh”..hehhe smbil tertawa-tawa..
Beliau memang luar biasa.
Disela-sela obrolan kami, kemudian beliau merintih.. “Masya Allah ini perut ibu koq sakit banget ya?”
Ya Allah ibu…
Langsung aku panggil suster untuk mencek. Suster bilang ibu akan dicek semua ya..rekam jantung Rontgen dan lain-lain. Untuk mengetahui penyebab sakit ibu.
Tetapi ibuku adalah ibu yang cerdas, RS adalah tempat kedua ibu selama 4 tahun menemani bapak cuci darah rutin seminggu 2 kali. Jadi beliau sangat faham tentang RS, beliau langsung bilang tolong kasih obat dan cek semua suster. Aku hanya bilang, “sabar ya ibu sayang.. aku ditemani adiku dan kakak keduaku yang membawa ibu ke RS. Kakak langsung urus administrasi dan adik menemani aku sambil Saling menguatkan. Karena ini.pertama kali ibu masuk RS jadi hal yang paling menakutkan bagi kami.
Kemudian ketika kami mengeluhkan sakit yang sangat kepada Suster, suster langsung menelpon dokter untuk langkah apa selanjutnya.
Kami pun masih menunggu kembali untuk hasil dan pemeriksaan selanjutnya.
Terasa lama sekali jam berjalan. Ibu masih merintih dan menjalankan setiap tahap pemeriksaan.
Alhamdulillah..kakak ketiga dan pertama sudah datang.
Kami lima bersaudara, Alhamdulillah bapak dan ibu mengajarkan kami dengan baik tentang rukun dan bakti kepada orang tua. Jadi kami selalu kompak apalagi tentang mengurus orangtua kami. Kami saling bantu dan support.
Saat pemeriksaan organ dalam dengan Rontgen ibu ditemani kakak pertama.
Alhamdulillah, hasil semua pemeriksaan bagus, tetapi ada 4 batu empedu yang terlihat di Rontgen ibu. Dan itulah penyebab kesakitan yang ibu rasakan..
Ya Allah, langsung kita semua mencari tahu apa dan bagaimana pengobatan nya, apa yang akan kita lakukan selanjutnya untuk ibu.
Ibu masih harus menunggu ruangan rawat inap yang akan di tempati. Keputusan dari dokter ibu harus dirawat terlbih dahulu. Kami sebagai anak-anak akan memberikan yang terbaik untuk ibunda tercinta. Selama proses menunggu cukup lama, dan kami bergantian menjaga ibu di UGD. Sesekali terdengaran rintihannya yang mebuat hati ini tersayat-sayat. Ya Allah ..kurangi rasa sakit itu hilangkan dan sembuhkanlah..aamiin… kami berlima masih setia menunggu ibu sampai ibu dipindahkan ke ruang rawat.
Alhamdulillah..ibu sudah di ruang rawat, dan yang menunggui adalah kakak pertama. Mulai lah perwatan ibu di mulai di RUMAH SAKIT. Esok pagi , aku kembali lagi ke rumah sakit untuk menyiapkan yang diperlukan oleh ibu di RS. Tetapi ibu tidak mau ditinggal oleh kakak pertama. “Mbak ibu yang jagain mba yayan aja ya..” pintanya lirih… kakak hanya bs mengangguk. Dan aku pun hanya bisa memberi semangat sambil menahan tangis. Entah mengapa jika tentang ibu hati ini gampang tersentuh. Sepanjang jalan pulang dari rumah sakit ke rumah ibu, selalu berdoa untuk kesembuhanmu ibu.
Kami semua masih berkumpul di rumah ibu, sampai hari minggu. Tetapi perkembangan kesehatan ibu belum cukup baik. Dan kami pun mulai mencari jalan lain untuk kesembuhan ibu, dengan banyak konsultasi ke dokter, teman dan tanya-tanya tentang pengobatan lainnya. Ada salah satu teman guru menganjurkan untuk memakai salah ssatu alat kesehatan , dan sebagai manusia kan kita berihtiar aku pun memesan alat kesehatan tersebut. Rencana akan diambil hari Selasa, dan memang kebetulan jatah WFO. Senin malam hati sudah mulai gelisah, entah kenapa hanya ingin cepat berjumpa ibu membawakan alat kesehatan tersebut. Sudah janjian dengan teman untuk mengambilnya di sekolahan.
Selasa pagi, aku melaju sepeda motorku dan berpamitan pada ayah untuk pergi sekolah, dan akan langsung ke rumah sakit. Tiba di sekolah langsung mengajar, dan selalu melihat jam, seperti inigin segera ke rumah sakit. Tetiba handphone berdering, dan terdengar kakak laki-laki berkata “ cepat ke Rumah sakit sekarang” langsung ijin pamit dari zoom kelas, dan berlari untuk pergi ke rumah sakit. Terlebih dahulu untuk ijin kepada pimpinan sekolah. Dengan tangisan memohon ijin untuk pergi ke rumah sakit. Ternyata semua ikut panik karena melihat aku menangis sambil berlari. Tak lupa aku mampir ke tempat teman untuk mengambil alat kesehatan yang aku pesan. Dan aku langsung melajukan kendaraan roda duaku sambil menangis, yang membuat setiap orang yang melihatku bertanya-tanya. Bahkan menawarkan untuk mengantarkan. Tetapi aku hanya ingin segera ke RS semua tidak terlalu aku abaikan.
Sampai di Rs langsung menuju ruang ICU ternyata ibu sudah dibawa kesana, karena kesadarannya sudah menurun.
Disana sudah berkumpul semua keluarga. Langsung aku menangis menghampiri keluargaku. Mereka sudah menampakkan kesedihan yang sangat dalam, makin hati ini tidak tenang. “mbak, mas..ibu gimana koq di ICU?” mereka hanya memeluk aku dan bilang “ hayu jangan nangis, doain ibu ya”..
Makin deras air mata ini..kami saling menguatkan. “ibu Suparmi…” panggilan terdengar dari ruang ICU langsung kakak berlari masuk…kami yang di luar menunggu dengan kecemasan yang sangat..tak lama kakak keluar dengan menahan tahan dan berusaha menutupi kesedihan. “yuks doain ibu yuks…”
Langsung kita semua membacakan surat yasin, memohon yang terbaik untuk ibu kita tersayang.
Tak lama ada panggilan lagi dari ruang ICU dan kakak kembali masuk, kami diluar masih berdoa dan menanti dengan cemas. Selang beberapa menit kakak keluar denga wajah yang seperti dikuatkan, dan langsung berkata “ ibu dah ga sakit lagi yaa, semua harus ikhlas..ibu udah meninggal’..innalilahi wainnailahi rojiun, seketika tubuh tidak menerima langsung memukul-mukul kakak laki-laki dan berkata “ mas.. ibu ga papa kan, aku mau sama ibu..ibu ga boleh pergi, ibu mau ibu…
Langsung kakak memeluk aku lebih erat lagi, aku sangat tidak menyangka akan kehilangan ibu secepat ini., masih banyak rencana yang akan aku lakukan bersama ibu, masih banyak yang aku ingin berikan kepada ibu. Hancur hati berkeping-keping, raga seperti tak ada kekuatan.. Masya Allah..begitu berat rasa kehilangan ini.
Sambil memeluk kakak menasihati aku untuk sabar, semua sayang ibu… dan kita harus ikhlas menerima ujian ini. Ibu sudah ga sakit, ibu sudah selesai , meninggal dengan husnul khotimah, sekarang tinggal kita anak-anaknya kewajibannya untuk mendoakan dan mengikhlaskan… ayo hati nya harus ikhlas..hati yang ikhlas memudahkan segalanya. Dicoba ya..yuks bisa untuk ibu…
Perlahan aku melepaskan pelukan kakak, meresapi semua nasihatnya, kemudian menghampiri jenazah ibu yang sudah keluar dari ICU.. Masya Allah ibu, begitu cantik dengan senyuman di bibirnya…” mas ibu cantik banget yaa”
“iya , ibu bisa bersahadat, menitikan air mata dan tersenyum di saat terakhirnya”..jawab mas lili. Lalu sambil menciumi seluruh wajah ibu aku berkata, “ ibu, aku sayang ibu…ibu dah ga sakit yaa, ibu dah hebat meninggal dengan husnul khotimah..semoga kami semua bisa seperti ibu ya”..aamiin..semua keluarga bersedih bahkan mungkin terluka hati karena kehilangan, tetapi kami harus mempunyai hati yang ikhlas… karena yakin ini qodar Allah yang terbaik untuk kita.
Langsung kami membawa pulang ibunda, untuk segera di mandikan, dikafani, disholatkan dan dikebumikan. Itu yang harus kami lakukan untuk ibu kami tersayang. Sepanjang perjalanan semua tetangga dan handai taulan sudah mulai berdatangan. Ternyata memang yang kehilangan bukan hanya kami keluarga inti, tetapi semua yang mengenal ibu. Saat dimandikan semua ingin memandikan, saat mengkafani juga demikian. Masya Allah ibu ..kepribadianmu sangat membanggakan. Bertambah lagi kekuatan untuk menjadikan hati yang ikhlas.
Setelah selesai semua ibu dikafani dan siap dibawa ke masjid untuk disholatkan. Alhamdulillah yang mensholatkan banyak sekali. Kemudian Langsung di kebumikan di samping makam bapak dan anaku tersayang. Banyak sekali yang mengantarkan kepergian mu ibu sayang. Karena ibu adalah orang baik..masya Allah….
Kami sekeluarga menerima qodar ini dengan ikhlas, ketentuan yang Alllah berikan kepada ibu kami dan ujian yang Allah berikan buat kami. Dengan hati yang ikhlas semua akan terlihat lebih indah, walaupun tidak mudah. Kita bersedih, tetapi harus terus melanjutkan apa yang ibu ajarkan kepada kami untuk selalu menjadi orang baik. Jadi mulai sekarang kita harus mempunyai hati yang ikhlas…..
3. CERPEN KARYA BU Dra. ANITA SOFYAN
REPOT BERBUAH PAHALA
Seperti biasa, shopping selepas gajian… cieeee…. belanja keperluan rumah untuk sebulan ….
Mulai dari keperluan dapur, kamar mandi, sampai camilan disalah satu mini market deket rumah. Segera Sarah buka catatan belanjaan. Ia susuri lorong mini market demi mencari semua keperluan. Wow lumayan banyak, sampai tiga keranjang menggunung.
Setelah membayar jumlah yg tertera di struk, Sarah terkejut saat kasir mengatakan “bunda dapat potongan 34 ribu ya…” ay…ay…ay… lumayan juga ujarnya dalam hati. Kemudian dengan lihainya sang kasir melanjutkan, “ini ada tebus murah loh bunda…” seraya menunjuk barang-barang yang ada di dekatnya dan menyebutkan harga asli dan harga setelah potongan. Hm…namanya emak-emak, telinganya ngga boleh dengar kata “murah” atau “diskon”, langsung nyawa belanjanya bangkit… Hmmm….. lumayan nih potongannya. Tak ayal barang yang sebenarnya tidak perlu, tapi karena tergoda oleh potongan, maka diambil juga. Ah, nggak rugilah, anggap aja bayar dengan diskon 34 ribu tadi.
Inilah enaknya belanja di mini market, sering ada diskon, Sarah membathin.
Suaminya, Pak Dahlan yang menunggu di parkiran motor asyik main gadget. Ia memang tidak mau menemani istrinya belanja, ribet katanya. kemudian mereka pulang dengan motor penuh belanjaan.
Memasuki gang rumah, mereka melihat Mbok Rum sedang duduk menatap warung kecilnya. Entah apa yang dipikirkannya. Saat melewati Mbok Rum, Sarah menegur “Mbok Rum koq bengong?” . Seketika beliau menoleh kearah motor yang ditumpangi Sarah dan suaminya tanpa berucap, hanya senyum riangnya yang menghias bibir tuanya. Dug….entah mengapa saat Mbok Rum melihat belanjaan yg menyembul keluar dari tas, ada getaran aneh di hati Sarah.
Setiba di rumah, Sarah ceritakan kegalauan hati saat melihat mata Mbok Rum tertuju pada belanjaan mereka. Ternyata hal yang sama juga dirasakan sang suami. “Kasihan lihat Mbok Rum waktu melirik belanjaan kita. Ada warung dekat rumah, tetapi belanjanya di mini market. Kenapa kita nggak belanja di warungnya aja ya?” suaminya membuka suara. “Iya sih, tapikan warungnya Mbok Rum cuma warung kecil dan pastinya apa yang kita butuhkan nggak ada” Sarah berargumen.
Mbok Rum adalah tetangga Sarah. Ia hanya hidup berdua dengan Udin anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal.
Sambil menikmati suasana sore, Sarah mengeluarkan camilan yang di beli tadi sambil minum teh hangat, tanpa diduga suaminya mengulang topik pembicaraan tadi. Ternyata kejadian siang itu masih bergelayut dalam benaknya. “Aku masih berpikir bagaimana caranya kita belanja keperluan selama sebulan di warungnya Mbok Rum?”. “Ya nggak mungkinlah.” Potong Sarah cepat. “Shampoo, sabun, minyak, gula, susu dan segala yang kita gunakan, di warungnya Mbok Rum nggak ada pak” ujarnya agak sewot. “Yang kita pakai sehari-hari itu bermerk, mahal pula, sedangkan yang dijual Mbok Rum rata-rata barang curah” lanjut Sarah sekenanya.
Tak disangka anak bungsunya yang sedari tadi duduk bersama mereka ikut nyeletuk, “iya pak, enak belanja di mini market, tempatnya nyaman, adem, barangnya lengkap dan yang penting sering ada diskonnya.”
Sarah mendapat dukungan, “betul banget de, tadi aja ibu belanja dapat potongan 34 ribu, lumayankan.”
Mereka merasa menang. Dua lawan satu. “Lagi pula untuk keperluan yang kecil-kecil kita belanja di warungnya Mbok Rum koq,” Sarah masih membela diri dan mencari pembenaran. Suaminya hanya diam dan mengerenyitkan dahi mendengar ocehan istri dan anak bungsunya.
Dari ruang tamu, anak sulung mereka ternyata menyimak obrolan tersebut. ” Ya ampuuun, mau belanja di warungnya Mbok Rum aja repot amat sih. Mau aku kasih ide?” Mendengar teriakan itu, sang ayah semangat. “Ayo apa ide kamu mbak? coba kemari.”
Kini di teras ada empat orang. Si sulung berkomentar, “bagaimana kalau ibu catat semua keperluan selama sebulan, lalu berikan catatan itu ke Mbok Rum.” “Oala mbak, ya nggak mungkinlah, Mbok Rum belinya pake apa? Belanjaan bulanan kita lebih dari satu juta. Lha dari mana Mbok Rum uang sebanyak itu. Mbak…mbak idenya nggak masuk akal,” ujar sang bunda mematahkan idenya. “Nah ini..
., katanya jangan suka memotong pembicaraan orang, aku belum selesai ibu sudah memotong,” ujar si sulung kesal. “Owh iya maaf…maaf, soalnya ibu nggak sabar,” ucap Sarah menahan malu sambil nyengir.
“Begini…ibu kasih catatan belanjaan berikut uang sebagai modal ke Mbok Rum. Dengan begitu si mbok bisa belanja sesuai yang ibu mau, jumlah uangnya dilebihin ya… supaya cukup, gampangkan?”
“Ah, kalo gitu ibu nggak setujulah, repot amat. Belum belanja udah keluarin uang duluan, harganya bisa jadi lebih mahal, rugi dong,” ucap Sarah sambil cemberut. “Nggak dapat diskon pula,” si bungsu menyambar. “Khawatir juga kalau nggak jujur, mainin harga, gimana?” Lanjutnya sewot.
“Apa yang dikatakan mbak itu benar, itu ide cemerlang. Seandainya lebih mahal beberapa ribu wajarlah, hitung-hitung kita membantu kehidupan si mbok dengan memajukan warungnya. Masalah jujur atau tidak itu bukan urusan kita. Niat baik Insya Allah akan berbuah baik. Jangan su’udzon dulu.” Sang ayah mengangkat ibu jarinya sebagai tanda setuju. Sarah dan si bungsu cuma manyun mendengar itu semua.
Dibulan berikutnya setelah gajian, Sarah yang biasanya belanja di mini market, sekarang mencoba ke warung Mbok Rum.
“Mbok…Mbok Rum…” Sambil menunggu si empunya warung keluar, mata Sarah beredar ke sekeliling warung. Sedih juga lihatnya, hanya berisi makanan anak-anak yang bisa dibilang “murahan,” rencengan lada, ketumbar, tepung instan, bubuk minuman dalam saset, shampoo saset, gula pasir curah, minyak goreng curah dan… “eh ibu, mau beli apa nih, tumben,” ujar si mbok dengan senyum khasnya.
“Iya mbok, tolong ya saya mau belanja bulanan, ini catatannya,” ujar Sarah sambil menyerahkan selembar kertas dengan rentetan catatan belanjaan yang panjang. Belum sempat ia menjelaskan, sambil melongo si mbok bicara, “Maaf si mbok nggak ngerti, maksudnya apa toh?” Mbok Rum serius memandang dan membaca kertas di hadapannya itu. “Iya mbok, saya minta tolong si mbok belanjain seperti yang tertulis ini. “Yah ibu bagaimana mungkin, warung simbok nggak jual barang-barang yang di catatan ini. Kan ibu tau ini cuma warung kecil, lagi pula dari mana modalnya belanja sebanyak itu.” Mbok Rum memandang Sarah keheranan sekaligus tampak raut wajah sedihnya.
“Tenang mbok, saya jelaskan ya…ini saya beri uang untuk mbok belanja, nah mbok harus ambil untung, karena saya bukan titip beli barang tetapi “belanja” sama si mbok, bedanya saya beri modal buat belanjanya. Mbok minta antar Udin untuk belanja di agen Pak Haji Juki yang dekat ATM seberang jalan. Di sana bisa juga beli eceran. Sekalian mbok tanya harga untuk dijual kembali dari barang-barang yang ada dicatatan itu. Nanti tinggal hitung berapa total belanjaannya. Insya Allah uang ini lebih untuk modal belanja,” Sarah menjelaskan. Masih dengan wajah lugunya, si mbok berucap, “ya Allah…ibu percaya sama saya, memberikan uang sebanyak ini untuk dibelanjakan?” Ya iyalah mbok, ujar Sarah sambil menarik tangan Mbok Rum dan menyelipkan belasan lembar uang seratus ribuan.
Tampak gemetar tangan tua itu memegang uang tersebut. “Si mbok nggak pernah pegang uang sebanyak ini, jadi gemeteran,” imbuhnya pelan. Tanpa disadari di sudut tetranya ada butiran bening yang berusaha ditahan agar jangan sampai jatuh. Setelah dapat menguasai perasaan, si mbok berucap “Terima kasih bu atas kepercayaannya. Insya Allah besok sama Udin, mbok akan belanja.”
Keesokan sorenya, Mbok Rum dan Udin, mengantarkan belanjaan. Kebetulan Sarah sedang duduk-duduk manis di teras.
“Assalamu’alaikum… Mbok Rum dan Udin berjalan ke arah Sarah dan meletakkan belanjaan yang lumayan banyak di hadapannya. Setelah menjawab salam, Sarah meminta mereka duduk dan mulai membuka percakapan. Kemudian si mbok menyerahkan sisa uang belanjaan. “Alhamdulillah dari jualan ini dapat untung lumayan bu. Matanya berkaca-kaca. Baru sekarang si mbok dapat untung besar dan diberi modal di muka. Allah maha penyayang. Terima kasih ya bu Sarah…terima kasih,” ujar si mbok berulang-ulang dengan senyum sumringahnya. Duh, sebegitu senangnyakah beliau? Terpancar rasa syukur dari binar mata tuanya. Mengapa nggak dari dulu belanja seperti ini?, rasa sesal sekaligus sukacita membuncah di dada Sarah karena bisa membuat orang lain tersenyum bahagia.
Sarah merenung dan bertekad untuk istiqomah dengan trik belanja cerdasnya. Memberikan sejumlah uang sebagai modal kepada tetangga yang berjualan, apalagi sesama saudara muslim, tentu amat membantu perekonomian mereka. Insya Allah semakin barokah.
Repot? Pasti!… tapi kerepotan itu akan terbayar saat melihat wajah dengan pancaran bahagia yang luar biasa.
Sarah jadi teringat sebuat hadits
“Orang yang membantu para janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang selalu berpuasa siang harinya dan selalu sholat malam pada malam harinya” (HR Al-Bukhari)
4. CERPEN KARYA PAK ABDUL MUKSID, S.Pd.I
SI PUTRI DAN RAWA ANGKER
Tidurlah tidur bidadari kecilk
setelah lelah kau bermain
Mimpikan tidurmu dalam istana
Menari (lincah dan bernyayi merdu) penuh suka
Kira-kira demikian lirik dalam lagu karya Katon Bagaskara yang menyimpulkan bahwa kelelahan aktifitas anak perempuan yang asyik bermain masak-masakan, bonekaan, bernyanyi dan lainnya terhadap sesama. adalah sebuah kelumrahan yang terjadi secara umum pada anak perempuan.
Tidak bagi Kamila LH, gadis kecil usia 9 tahun kelas 3 Sekolah Dasar, hari-harinya disaat pandemi Covid-19 , justru ia asyik setelah menunaikan sholat subuh, merebahkan kembali badan dan mandi pada pukul 07.15 WIB, melaksanakan sholat Duha dan kemudian mempersiapkan telpon genggam Androidnya untuk persiapan sekolah daring di rumah. Terkadang tak seideal hari-hari itu di lakoninya karena ada saja polah tingkah yang membuat ayah bundanya naik suara untuk mengkondisikan saat-saat pembelajaran daring dimulai, apalagi saat wali kelasnya sudah mengabsensi murid-muridnya, maka suara panggilan itu pun sampai hafal ditelinga kami “Kamila…Kamila…Kamila…” begitu ucap sang wali kelas saat mengabsensi murid-murid pada program sapa pagi, dengan santainya ia pun ia menjawab, “iya ustadzah…” sambil merapikan jilbabnya. Uuugghh (hela nafas ku)
Kegiatan belajar di musim pandemi Covid-19 memang terbilang singkat secara waktu pembelajaran, karena memang mengkondisikan suasana yang efektif, efisien, flekibel, dan mengutamakan pembelajaran yang menyenangkan untuk semua murid, tak jarang saat kami perhatikan proses zoom meeting berlangsung mereka murid-murid tak canggung mengungkapkan rasa kangennya terhadap sekolah, bertatap muka secara langsung dengan para guru, teman-teman, kangen perpustakaan, kangen tempat bermain, kantin dan sholat zuhur berjama’ah di masjid sekolah.
Sebagaian mereka pun berkeluh kesah dengan tugas yang diterima terlampau banyak, padahal sih, kalau pekerjaan atau penugasan dari para guru itu sedianya sudah diperhitungkan secara waktu penyelesaiannya, namun karena dikerjakannya tidak langsung sehingga pekerjaan tersebut perlahan-lahan menumpuk hingga akhirnya membuat pusing kepala.
Kembali kepada kisah menarik Kamila LH, aktivitas belajarnya jika usai, ternyata sudah dinantikan oleh teman-temannya, ada Ghifari, Erga, Rasyid, Danu, kebetulan mereka tinggal seportal dengan kami atau yang biasa disebut satu cluster. Petualangan itu dimulai dari bersepedaan mengelilingi jalan kampung, bermain layangan, bermain sambil hujan-hujanan, jajan bersama, bahkan yang sedikit terbilang ekstrem adalah bermain di rawa, mengapa ? Karena di rawa itu ada ular, biawak dan binatang yang berbahaya lainnya, ini yang mengkhawatirkan kami. Tetapi dengan ringan lisannya ia berucap, “kan rame-rame ke rawanya jadi binatang-binatang pada takut.” Begitu celotehnya. tetapi yang terpenting dari itu kalau sudah panggilan adzan dari masjid mereka satu sama lain mengingatkan untuk bergegas ke masjid meskipun sedang asyik-asyiknya bermain.
Satu putri cantik nan tomboy dari keempat anak laki-laki bahkan lebih jika bermain bersama tak membuatnya minder, justru ia merasa dipentingkan pada momen-momen permainan. Kelincahannya berlari, gelak tawa cerianya membuat suasana makin seru saat main petak umpet, apalagi kalau ada salah satu dari mereka yang mengidekan “Mabar” atau makan bareng maka ia adalah anak yang akan secara seru mempersiapkan sajian mandiri supaya tampilan sajian lebih wah. Namun apa yang terjadi, ia punya kebiasaan yang membuat kita geli dan pastinya pembaca cerpen ini, karena disela-sela mabar itu, ia keluar dari lingkaran untuk berlari cepat menuju kamar mandi, dan sudah kita prediksikan pasti ia pup.
Putri kecil itu selalu mudah dalam berteman, tak ayal pertemananan terkadang membawa bahasa yang kurang pas bagi usianya sehingga kami tak bosan untuk menasihati agar tak terlampau jauh pada hal-hal yang tidak diinginkan.
Putri kecil itu pun amat penyuka binatang kucing, baik kucing liar sebutan kucing kampung ataupun kucing Anggora jenis persia yang kami terima sebagai hibah dari seorang teman bundanya, merawatnya, memberi pakan khusus, ikan kecil, dan sisa daging ayam atau tulang menjadi perhatiannya untuk dengan sigap mengambil alih untuk menerima tugas memberikannya kepada kucing.
Saat malam tiba ia adalah anak tercepat dalam mengkondisikan dirinya untuk beristirahat karena lelah aktivitas seharian membuat rasa kantuk matanya untuk beranjak tidur. Kecuali jika ada pekerjaan sekolah yang harus ia tuntaskan maka dengan tanggung jawab ia rela dengan tangisan dan rasa kantuk untuk menyelesaikan sebagai bentuk tanggung jawabnya. Semoga ia menjadi anak sholehah nantinya, Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
- TAHUN 2020 – 2021
1. CERPEN KARYA BU EDWI YUSRIANA, S.Pd
USAHA TIDAK MENGHIANATI HASIL

Edwi Yusriana,S.Pd
Pagi itu cukup cerah..matahari bersinar dan awan pun tidak menutupi…
Seperti biasa pagi itu kelas sudah banyak yg berdatangan..
Ada yang setelah bersalaman dengan ku langsung buka bekal makanan, ternyata belum sempat sarapan di rumah..
Aku tersenyum memperhatikan sambil bertanya
” Sarapan apa pagi ini?”….
Dengan sambil memegang sendok dan matanya sambil tertuju ke arah bekal menjawab..
“Biasa Buu…telur kecap..”
“Alhamdulillah…ywdah segera habiskan yaaa”
Sambil siap menyuap nasi dan telur menjawab…”iya buu..”
Dan aku duduk kembali di meja guru sambil menyapa murid yang lain.
Bel pun berbunyi..semua anak yang di luar kelas segera masuk ke dalam keas..dan yang didalam pun segera bersiap untuk.memulai pembelajaran
Dimulai lah.. kegiatan hari itu…
Ikrar membaca doa dan tadarus bersama…
Setelah kegiatan morning meeting selesai..tibalah pelajaran yang pertama saat itu adalah bahasa Inggris
Setelah beberapa lama.koq Miss Lina blum datang juga.. akhirnya ada murid yang menawarkan diri untuk memanggilny ke ruang guru
Bu… Aku panggil ya Miss Lina..sudah waktunya pelajaran English.
Dengan santai aku menjawab ya udah coba susul di ruang guru..
Tak lama kemudian muncul lah Darenth, murid yang memanggil Miss Lina dengan membawa beberapa buku teks dan alat tulis sambil berkata..Bu Dwi..Miss linanya masih sarapan.. kita disuruh mengerjakan tugas dulu..
Owh..gitu..baiklah..
Hmhmh. Pikirku..kan Sudah jamnya kenapa tidak masuk..
Tapi hebatnya anak-anak sudah langsung mengerjakan tugasnya dengan tertib.
Miss Lina ..memang guru yang tegas..tapi anak-anak senang dengan beliau,belajar juga serius tapi santai.. kadang hanya tugas begitu ada reward dan setelah itu diberikan games..sangat bervariasi dalam mengajar..
Beberapa metode pembelajaran yang dilakukannya juga suka aku modifikasi..
Bagi saya beliau guru yang hebat.. juga.. kebetulan kami juga teman baik.
Setelah beberapa lama mengerjakan tugas Miss Lina datang juga..
Dengan gaya santainya dia bilang…”are you done”
Dan anak2 serempak menjawab “not yet Miss..just a moment..”
Dan Miss Lina berkata lagi..”okay..a give you 5minute again..you must be done..”
Dan anak2 sempat menjawab pdhl masih sibuk selesaikan tugasnya.” Okay Miss..”
Dia menghampiri k arahku..sambil berkata
Sorry gw sarapan dulu..tadi kesiangan..
Aku tersenyum sambil menjawab “ga papa yang penting aman…anak-anak… dan ada nenek ga,sambil nutup mulut..owh.grandma..blum datang…okay..amanlah..”
“Haaa”..sambil tertawa bersama kita
Grandma adalah sebutan kita buat kepala sekolah kita..
Kepala sekolah kita yg sudah terbilang tua..karena beliau sudah pesiunan kepsek d jakarta.
Setelah itu pelajaran English pun berlangsung.
Saat itu pulang sekolah, menjelang ashar…
Lina menghampiri aku, ga pulang ?
Aku menjawab waitttt…just a moment.. I will finish
Whats..lina say.. are you speak English??
Prounouncenya kacau balau gitu… udah ga usah ngomong Bahasa inggris kalu ga bisa..
Huaaa,….hancur hatikuuuuu….
Seketika seperti tersambar petir di siang hari..meledak hati, rasa malu dan rasa sakit hati ini…hiks..
Padahal kan Cuma pengen belajar Bahasa inggris..tapi..
Lina menyadarkan aku…”Hayu pulang….!” Karena melihat aku terbengong.
“Iya ayo, pulang.”.tersadar aku dari tersambar petir tadi..
Sejak saat itu, takut banget ngomong Bahasa inggris..
Sebodoh itu kah aku…luar biasa tamparan saat itu..
Selalu teringat kata-kata lina betapa bodohnya aku.
Sudah belajar Bahasa inggris dari sd sampai jenjang perkuliahan, ngomong inggris aja ga becus..
Suatu hari aku dan indri sahabatku yang lain pergi membeli perlengkapan sekolah. Dah lama memang kami merencanakan ini. Ada beberapa keperluan sekolah yang kami mau cari di asemka, kebetulan di sana murah-murah..hee..biasa bu guru mau barang bagus dengan harga murah, biar dapat banyak.
Nah di perjalanan , kebetulan kita naik kereta saat itu, kereta adalah alat transportasi yang paling murah juga..kembali lagi ke efesiensi..
Dalam perjalanan itu kami bersampingan dengan bule, hahahahha..lucu juga ada bule di kereta.
Mereka berdua kebingungan mau pergi ke kota tua. Indri berkata kepadaku,.
“Kasihan tuh bule nyasar, bantuin loh!”
“Ngapain ? ga faham ah”… hee sambil senyum
“Yee..lo kan dikit-dikit bisa, udah bantuin sana” sambil agak maksa
“G, ndri..ada yang bilang Bahasa inggris aku kacau balau..hiks.”.sambil muka sedih
“Jiahhhh, baru tahu gw lo baperan, udah jangan diambil hati, harusnya jadikan motivasi, belajar lah..kalau masih belepotan, dan jangan malah takut…”
“Ah…males ndri..ga bias gw..” masih belum termotivasi
“Hahahhaha…ini bukan teman gw kalu begini..lo yang gw kenal gam au dianngap remeh, ga cemen..”
“Hahahhahah.. lo bisa aj..”
“Ywdah… sekarang lo tolong dah tuh bule, walaupun belepotan…wkwkkwkw dapat pahala loh…”
Ampyun dah.. haaaa..okay lah..
Akhirnya aku memberanikan diri berbicara kepada bule tersebut, walapun dengan Bahasa yang sangat terbatas. Alhamdulillah, bisa berkomunikasi. Dah senangnya lagi tuh bule bilang tq yaa… Bahasa inggris aku bagus jika sering dilatih..dan bilang terima kasih yaa telah menolong…
Huaaaaa…adem banget rasanya hati…dan sambal liat indri tersenyum..and bilang “good job”..wkwkkwkw
Sejak saat itu , aku rajin berlatih berbicara Bahasa inggri, ga takut dibilang lina salah lah, atau ga betul lah pengucapannnya. Soalnya kata indri besok kalu dibilang lagi ga bisa ngomong Bahasa inggris minta contohin dan bilang aku mau bisa pintar lin kaya lo, masa lo aja yang pintar…haaaa omongan indri memang keren banget dah.. dan yang penting kata indri jangan diambil hati tapi dijadikan motivasi.
Sekarang aku sudah percaya diri lagi berbicara Bahasa inggris, dan setiap kali lina menegurku tidak membuat aku kecil hati, tapi aku terus berusaha. Aku berltaih terus dengan murid-muridku, dengan mempraktekan di kelas berbicara Bahasa inggris. Berlatih dan terus berlatih…
Sampai pada suatu hari lina berkata, “Bahasa inggris lo dah lumayan…”
Hahahahha..lumayan aja dah cukup bagus bagi aku.. yang penting aku berusaha insyaALLAH akan ada hasilnya..
Motivasi banget ya…
Alhamdulillah…pembelajaran bisa didapat dimana saja..
Semua bisa berkata apa saja, kita ambil yang baiknya..jika mengkritik kita jadikan itu motivasi jangan jadikan itu penghambat kita untuk menjadi bisa, bahkan menjadi berhasil jika kita berusaha..
Karena usaha tidak akan mengkhiati hasil
Hayuuu..berusaha..keep trying ganbatte
Man jadda wa jadda….
2. CERPEN KARYA PAK ABDUL MUKSID, S.Pd.I
LARVA DALAM MIE AYAM NABILA

Abdul Muksid, S.Pd.I
Di suatu Ahad pagi yang indah tepat pada tanggal 20 Oktober 2019 ketika saat kami akan bersilahturahim dalam rangkaian kegiatan 100 hari mendiang bibi kami beralamat di Jl Pengantin Ali Ciracas Jakarta Timur, pagi itu kami berangkat bersama dari rumah dalam keadaan belum sarapan pagi, aku berinisiasi dalam menawarkan dua pilihan sarapan pagi saat itu, pilihannya adalah bubur ayam atau mie ayam.
Ternyata kecendrungan istri dan buah hati kami adalah mie ayam, lantas bersegera kami menuju lokasi mie ayam yang terdekat dengan tempat rumah almh bibi kami di daerah Ciracas, kami memarkirkan motor dan memesan lima porsi mie ayam, sambil menunggu kami berbincang sedikit bahwa sandal putra kami yang keempat terjatuh tanpa terasa karena tertidur saat di atas kendaraan motor istri ku, iya it’s oke lah sedianya kami menyelamatkan terlebih dahulu sandal tersebut sebelum ia pulas dalam sepoi-sepoi angin yang menyibak dirinya. Dan akhirnya hidangan mie ayam tersajikan dalam meja makan kami, kami lantas menyiapkan diri untuk bersantap bersama dan do’a makan dipimpin oleh anak tertua kami.
Di sela-sela berlangsungnya makan mie ayam tersebut, ternyata kenikmatan yang tidak tuntas bagi salah satu putri kami yakni Nabila karena ia kaget bukan kepalang, saat ia dapati dalam mangkok mie nya ada seekor larva atau ia sebut sebagai belatung, sontak ia langsung untuk melapor pada saya, kemudian sejurus saya bawa mangkok tersebut kepada abang pembuatnya, dengan mengedepankan rasa kekeluargaan dan sebagai penikmat kuliner ini, tidak lantas saya berang, dan Alhamdulillah tukang mie tersebut memohon maaf kepada kami dan mengganti mie ayam baru untuk putri sholihah kami.
Hal terpenting dari perjalanan yang dilakukan kami adalah membuat pengalaman sebagai guru terbaik, sehingga mereka (putra-putri) kami nantinya mendapati kesiapan diri. Memang senang rasanya sebagai orang tua, kita pasti ingin memberikan terbaik dari umumnya anak-anak di usia mereka, namun sebagai orang tua yang secara bijak harus juga memberikan pelajaran penting tentang kehidupan nyata. Pelajaran penting itu disarikan dari pribadi Nabi Muhammad SAW diantaranya adalah pertama keteladanan, artinya orang tua menjadi soko guru bagi buah hatinya, kedua, bertaqwa kepada Allah, artinya menjalankan segala perintah agama dan menjauhi segala yang dilarang agama. Ketiga, kompak antara ayah dan bunda, sehingga ini dirasa penting buat anak mengcopy-paste segala tindak tanduk dari kedua orang tuanya.
Pelajaran yang dipetik dari cerpen di atas :
1.Berdo’a sebelum makan
2.Tidak membuat komplainan yang berlebihan kepada penjual mie ayam karena sebab di dapati larva atau belatung (sebutan Nabila) sehingga tetap memberikan kenyamanan bagi pelanggan/penikmat kuliner mie Ayam yang sedang makan
3.Tindakan tegas dan mengedepankan hormat memberikan efek yang baik terhadap aksi yang dilakukan
4.Orang tua sebagai soko guru terbaik bagi buah hatinya
3. CERPEN KARYA IBU TITI RACHMAWATI, S.Pd
I LOVE ME

Titi Rachmawati, S.Pd
“Diva, tunggu..” pinta Shafia memanggil sahabatnya yang sudah berjalan mendahuluinya.
“Ayo cepetan Shafia, kita sudah terlambat nih.” sahut Diva.
Kedua sahabat itu pun berjalan menelusuri lorong kelas dengan tergesa-gesa. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 ketika bel sudah terlebih dahulu terdengar.
“Ya Allah kita terlambat, Div.”ujar Shafia lirih menyesali dirinya. Ya, semua gara-gara Shafia mereka jadi terlambat, karena terlalu lama di kamar mandi, kini ia hanya bisa menunduk sambil memainkan jari jemarinya.
Diva adalah sepupu Shafia, setiap hari selalu bersama karena mereka berdua memang tinggal dirumah orangtua Shafia. Diva adalah anak yatim piatu, Ayahnya adalah adik dari Ayah Shafia. Apa yang Diva inginkan, kedua orangtua Shafia berusaha memenuhi keinginan Diva. Rasa sayang dan menganggap seperti anak sendiri sudah tumbuh ketika Diva kecil menangis mencari Ayah Ibunya yang meninggal karena kecelakaan.
“Diva, aku sebel deh masa aku ngga hafal-hafal surat An Naba yang disuruh sama Pak Syaeful.” Ujar Shafia pada Diva di suatu sore.
“Tenang, sini aku bantu.” jawab Diva.
“Amma ya tasa alun. Anin Naba…. tuh kan aku lupa lagi, masa baru 2 ayat sudah lupa.” ujar Shafia mengeluh. Diva pun turun tangan membantu Shafia menghafal. Begitulah mereka setiap hari saling membantu jika ada salah satunya kesulitan.
Kring-kring-kring… suara telepon berbunyi membangunkan lamunan Shafia di sore hari. Ditemani pisang goreng keju dan teh manis hangat, Shafia menghabiskan sore hari di balkon lantai 2 rumahnya. Semilir angin berhembus halus membuat semua orang yang merasakannya menutup mata menikmati karunia Allah yang patut disyukuri.
“Astagfirullah.” kata Shafia ketika kaget mendengarkan dering telepon.
“Waalaikumsalam…” Ujar Shafia menjawab salam dari penelepon. Terlihat ia hanya menganggukkan kepala dan mondar mandir terlihat gelisah dan tak tentu arah. Ibunya yang masuk ke kamar secara tiba-tiba hanya bisa memandang aneh terhadap sikap Shafia.
“Ada apa Shafia, kamu terlihat bingung?”tanya ibu.
“Tidak apa-apa ibu, Shafia cuma kaget aja.” jawab Shafia sambil menutup telepon.
“Cerita pada ibu nak, biar kamu tidak sedih.”ajak ibu, yang merasa khawatir melihat Shafia.
Ceritapun mengalir dari mulut Shafia dan ibu pun mendengarkan semua yang Shafia katakan. Tak terasa Adzan Magrib sudah berkumandang. Shafia menghentikan curhatannya dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama Ayah ibunya.
Malam pun semakin larut, Shafia yang terbiasa mengobrol sebelum tidur bersama Diva, merasa tidak tenang, mengingat Diva belum terlihat dan memberikan kabarnya malam ini. Sudah 2 hari, Diva pergi ke rumah tantenya di Semarang. Ia mengunjungi makam kedua orangtuanya disana dan bersilaturahmi dengan keluarga disana.
“Assalamualaikum…” salam Diva ketika masuk ke dalam kamar Shafia.
“Waalaikumsalam, Alhamdulillah Diva kamu sudah kembali. Aku kangen banget..” jawab Shafia. Mereka pun saling bercengkrama, bercerita dan bercanda tanpa terasa sampai larut malam.
Tapi tiba-tiba Shafia berkata “Div, kenapa sih aku tuh selalu lelet, gampang lupa, lemot, trus aku merasa teman-teman pada ngga suka sama aku. iiih pokoknya yang jelek-jelek kenapa ada di aku ya?” ujar Shafia curhat. Diva kaget mendengarkan Shafia yang berkata seperti itu.
“Astagfirullah Shafia, istigfar. Kamu ngga boleh begitu. Kamu tuh harus bersyukur masih punya orangtua. Masih punya keluarga, masih bisa sekolah.” sahut Diva. “Aku sekarang sudah ngga punya orangtua, aku juga tinggal dirumah kamu, aku udah ngga punya siapa-siapa lagi Shafia.” lanjut Diva sambil memandangi Shafia yang terlihat sedih.
Seketika itu Shafia meneteskan air mata, menyadari kesalahannya.
“Cintai dirimu sendiri Shafia, Bersyukur. Allah akan menambah nikmat jika kita mau bersyukur. Kalau kita ingkar akan nikmat Allah, maka azab Allah sangat pedih.” lanjut Diva.
“Ya Allah…” lirih Shafia.
“Ingat Shafia, kita diciptakan dengan segala kelebihan, jadi tetaplah bersinar. Apapun yang orang lain katakan buruk tentang kamu, abaikan saja. Fokus saja pada diri sendiri, perbaiki diri, cintai dan hargai dirimu sendiri. Kamu itu orang hebat” lanjut Diva menyemangati sambil menghapus air mata Shafia.
“Kamu tahu ngga, Aku selalu dukung apa yang ada pada diri kamu Shafia. walaupun tadi kamu cerita bahwa kamu tidak lulus audisi yang kamu inginkan. Tapi kamu masih punya kelebihan dibidang lain. Kamu itu jago seni, jago menggambar. Ayo kembangin kelebihan kamu.” Ujar Diva. Keduanya pun berpelukan.
Shafia adalah anak yang mempunyai cita-cita ingin sekali menjadi pianis. Audisi yang diikutinya nampaknya belum berpihak padanya. Sebuah telepon di sore hari yang memberitahukan bahw ia tidak lolos audisi membuat Shafia merasa rendah diri dan tidak semangat. Beruntungnya, Shafia mempunyai Ibu dan sahabat yang berhasil membuatnya tersenyum kembali.
Begitulah sahabat sejati, kekurangannya kita tutupi, kelemahannya kita bantu, saling mengingatkan dan saling mengasihi. Mencintai diri sendiri dan menerima kekurangan diri adalah bekal untuk menjadi manusia yang mau belajar lebih baik dan bermanfaat bagi umat.
I Love Me.
4. CERPEN KARYA IBU YUYUN YUNENGSIH, S.Pd
HATI YANG MERINDU

Yuyun Yunengsih, S.Pd
“Bu Khadjah, ada telpon dari suami. Ditunggu segera.” Suara mikrofon dari ruang admin terdengar nyaring. Tumben – tumbennya suamiku menelpon ke tempat kerjaku, nggak seperti biasanya. Itu bukan kebiasaan suamiku. Sontak pikiranku tak menentu,perasaan risau. Berlari – lari kecil aku menuju ruang tata usaha.
“Assalamualaikum, Pak! Ada apa, tumben telpon ke kantor. Eh, maaf, kok ini bukan suara suami saya. Mohon maaf, suara Bapak seperti pernah saya dengar. Mohon maaf, suara Bapak kok mirip suara temen lama saya. Apa Bapak ini Mas Herdin?” Tiba – tiba jantung saya dag dig dug tak karuan. Ya Allah, gimana ini. Saya harus bagaimana. Ini betul betul suara Mas Herdin. Suara yang selalu saya nanti – nantikan bertahun – tahun. Yang akhirnya haru saya lupakan karena saya sudah tidak sendiri lagi.
“Waalaikumussalam, betul Adinda, ini Aku, Herdin.” Suara itu jelas sekali, namun Aku merasakan suara itu bergetar dan parau. Ya Allah, hamba mohon bimbinganMU. Hanya Mas Herdin yang selalu memanggilku dengan panggilan Adinda. Tersanjung diriku dengan panggilan khas dia untukku. Panggilan yang bertahun – tahun aku rindukan. Dan harus aku lupakan demi keutuhan keluarga kecilku. Berat memang, namun itu jalan taqdirku. Kenapa kamu baru muncul sekarang, Mas. Pada saat semuanya sudah tidak mungkin lagi. Kenapa dulu kamu tak pernah ada kabar. Penantianku yang panjang, entah benar entah tidak aku menantimu karena antara kita berdua juga tidak ada hubungan apa – apa. Hanya hatiku yang ada apa – apa padamu, ntah hatimu padaku.
“Adinda, kenapa Adinda diam saja. Ini Aku, Herdin. Aku sangat merindu dirimu, Dinda. Bertahun – tahun Aku telpon ke nomor ini, baru sekarang aku bisa nyambung dengan dirimu, Dinda. Setiap kali Aku telpon, selalu dijawab bahwa Adinda tidak ada. Nomor ini dan nomor rumahmu yang Adinda berikan kepadaku, aku simpan rapi, berharap suatu saat aku akan berhasil berbicara denganmu.”
“Dulu rencanaku Adinda, Empat tahun Aku berdinas di Indonesia Timur, Aku berencana setelah pendidikanku selesai, Aku akan datang menemuimu, ke tempat kerjamu. Aku lalai, aku lupa menanyakan alamat rumahmu di kampung. Sayang sekali, Aku ceroboh , selama tiga bulan kita saling kenal, saat Aku sedang menunggu S.K Penempatan di Indonesia Timur, Aku belum pernah menanyakan alamat rumahmu di kampung. Hingga suatu ketika Aku mencoba menelpon nomor telepon rumahmu , itu pun karena secara kebetulan aku buka –buka catatan kuliahku,nomor telepon rumahmu Aku catat di buku itu. Yang mengangkat Ibumu, Beliau bertanya aku siapa.Aku bercerita kepada Ibumu tentang perasaanku padamu. Ibumu bilang bahwa baru saja dua minggu kamu menikah. Ibu baru tahu kalau anak ibu punya teman bernama Herdi. Beliau meminta maaf atas namamu. Beliau meminta Aku mendoakan pernikahanmu agar sakinah mawadah warrahmah.”
“Adinda, di antara kita memang belum ada ikatan sebagai sepasang kekasih. Namun rasaku padamu begitu dalam,Adinda. Apakah Adinda tidak merasakan perasaan yang sama. Sampai saat ini, Aku belum menikah Adinda, Aku belum bisa melupakanmu. Orang tuaku serta teman – teman sekerjaku telah berusaha mencarikan jodoh untukku.”
Aku hanya diam termangu mendengar semua penjelasan Mas Herdi. Suara Mas Herdi begitu parau dan bergetar, sesekali dia terdiam. Hatiku resah, Aku bahagia karena Aku akhirnya tahu perasaan Mas Herdi Kepadaku. Aku juga harus isitigfar. Aku memegang perutku yang semakin membuncit. Yahhhh … Aku sedang hamil empat bulan. Ya Allah, bimbinglah Aku dan Mas Herdi agar ikhlas menerima taqdirMU.
“Adinda, Adinda, apakah Adinda memiliki perasaan yang sama? Adakah perasaan Cintamu padaku?” kembali kudengar suara Mas Herdin yang parau. “ Mas, sejujurnya dari sejak pertama kali kita bertemu, rasa itu begitu dalam untukmu. Namun aku minder dengan diriku. Aku tak menarik seperti gadis – gadis yang lain. Aku gadis kampung yang kebetulan ditaqdirkan Allah Swt mendapat pekerjaan di Ibu kota. Sementara Mas Hardi yang tampan, calon pejabat pula. Tentunya banyak gadis – gadis cantik yang selevel denganmu, Mas.” Jelasku sambil menahan sesak di dadaku.
“Aku juga pernah mengirim surat padamu, Mas. Aku dapat alamatmu dengan tidak sengaja. Aku bertemu dengan teman pengajianmu. Dia memberikan alamat tempat kamu berdinas. Namun suratku tak berbalas.’ Sejak suratku tak berbalas, aku sekuat hatiku melupakanmu. Namun tak mampu diriku melupakanmu. Yang Aku lakukan , Aku memohon kepada Sang Khalik agar Aku dipertemukan dengan penggantimu, yang tulus mencintaiku karena Allah. Alhamdulillah, Allah Swt mempertemukan dengannya. Aku dijodohkan oleh teman – temanku, Mas. Aku sekuat hati berusaha mencinta dan menyayanginya, Mas. Aku harus berusaha, karena Aku mencintai Robku maka Aku harus menyanyangi dan berbakti pada suamiku. Sambil Aku berusaha berdamai dengan hatiku, dengan rasaku padamu, Mas. Doakan Aku jadi istri sholehah, Mas. “Ujarku sambil terisak.
“Adindaku sayang, Aku tak pernah menerima surat darimu. Kalau AKu tahu ada surat darimu, tentulah senang hatiku. Mungkin cerita kita tidak seperti ini. Qadarullah, Semua keputan Allah harus kita terima dengan ikhlas. Walaupun Allah tidak menjodohkan kita, Aku bersyukur Adindaku sayang, Ternyata Alhamdulillah, kita punya rasa yang sama selama ini, Dinda. Aku bahagia, bathin kita saling mencinta, saling merindu, apalah daya, kita hamba yang harus taat pada ketentuan Sang Khalik.” Kata – kata indah meluncur dengan suara parau … sesekali Mas Herdi menghela napas.
“Mas, terimakasih sudah mencintaiku. Aku bahagia karena perasaan kita sama. Kita harus berjihad , Mas. Berjihad melawan nafsu yang akan membawa kita jauh dari NYA. Kita buktikan kalau cinta kita putih, kita jaga cinta ini dengan kemuliaan akhlak kita. Kita saling doakan, doakan Aku jadi istri sholehah, Mas. Aku doakan Mas Herdi dapat jodoh terbaik dari Allah. Kalau Aku ikuti nafsuku, Aku ingin bersamamu … disinalah cinta kita diuji … Allah Sang Pecinta menguji cinta kita kepadaNYA. Jangan karena hana nafsu, kita menodai cinta putih kita.” Ujar saya kepada Mas Herdi.
“Adindaku sayang, doain Aku bisa menemukan jodohku. Sejujurnya Aku katakana padamu, wahai Adinda, yang lebih cantik darimu banyak. Namun , Aku jatuh cinta padamu sejak kali pertama bertemu denganmu. Kita ditaqdirkan bertemu untuk saling menjaga cinta kita pada ILLAHI ROBBI. Ternyata kita saling mencintai, rasa kita sama namun tidak untuk hidup bersama. Aku mencintaimu, Dinda walau tidak memilikimu. Semoga Dinda bahagia dengan suamimu, dia taqdirmu. Berbakti padanya Dinda. Aku bahagia jika Dinda bakti padanya, lengkapi hari – hari nya dengan doa – doamu.” Kata – kata Mas Herdi menguatkan Aku. Menerima taqdirku dengan ketulusanku mencintai dan menyayangi pendampingku, ayah dari anakku adalah jihadku.
Tak terasa percakapan kami sudah satu setengah jam. Kami menyudahi percakapan kami, dengan saling menguatkan, saling mendoakan. Kami sama – sama berucap,” Ya Allah, terima kasih telah mempertemukan kami, jagalah kami agar selalu dalam jalan yang lurus.
Setelah Aku menutup telepon, salah satu dari karyawan menghampiriku. Beliau karyawan senior. “ Bu Khadijah, saya sempet mendengar nama temen ibu itu namanya Pak Herdi, betulkah, Bu?” selidik Pak Herd. “ Betul, Pak. Memangnya ada apa, Pak?” tanyaku heran.
“Sebelumnya saya mohon maaf, dua tahun yang lalu , saat semua karyawan sudap pulang, kecuali saya dan Pak Satpam, ada telepon dari Merauke,beliau mengaku bernama Pak Herdi , Saya lupa sama sekali menyampaikannya pada ibu. Benar – benar lupa. Maafkan saya, Bu Khadijah. Kelalalain saya menyampaikan amanah membuat Bu Khadijah dan Pak Herdi tidak berjodoh.” Katanya. “ Semua yang terjadi pada saya, itu taqdir saya. Tidak ada yang bersalah, Pak. Kita menjalani apa yang Allah gariskan pada kita , Pak. “ kataku.
Sampai di rumah, Aku langsung memeluk Sulungku yang baru berusia satu tahun. Aku pun mengelus perutku yang mulai membuncit. Yah, calon adik buat Sulungku. “ Naaak, maafkan mama, mama masih menyimpan rasa pada seseorang. Selama ini mama berdoa agar mama bisa berbicara dengannya. Mama hanya ingin tahu persaannya. Qadarullah, hari ini Allah kabulkan doa mama. Di luar dugaan mama, Nak. Beliau laki – laki baik. Beliau menguatkan mama, akan taqdir kami berdua. Beliau dan mama saling mencintai, namun bukan untuk bersama. Kami sudah saling ikhlas, Nak. Semoga Beliau mendapatkan wanita sholehah yang tulus menyayanginya. Mama dan Ayahmu pun saling menyanyangi karena Mahabah kami pada Illahi Robbi.” Gumamku dalam hati sambil kupeluk – peluk Sulungku.
Rahasiaku ini kusimpan rapi. Semoga Aku dan Mas Herdi kan menjadi pasangan yang bisa membahagiakan pasangan kami masing – masing. Dua laki – laki yang baik Allah perkenalkan padaku. Mas Herdi yang tulus mencintaiku dan ikhlas menerima taqdirnya dengan kami tak berjodoh. Dan Suamiku, laki – laki yang tulus mencintaiku. Inilah taqdirku, hari – hariku hanya Aku sendiri yang mewarnainya. Aku harus membahagiakan keluargaku kecilku karena mereka taqdirku
” Suara Mas Herdi begitu parau. “ Saya tidak pernah tahu, Mas. Tidak pernah ada yang menyampaikan pada saya. Jika saya tahu Mas Herdi suka telpon ke sini menanyakan saya, itu yang saya harapkan. Begitu pula Ibu ku, beliau pun tidak pernah menyampainkan padaku. Sesungguhnya Saya juga menantimu, Mas. Namun saya takut bertepuk sebelah tangan. Mas Herdin yang tampan sementara aku, gadis kampong dengan penampilan dan paras yang biasa – biasa saja. Saya takut kecewa, Mas.
Adinda, di antara kita memang belum ada ikatan sebagai sepasang kekasih. Namun rasaku padamu begitu dalam,Adinda. Apakah Adinda tidak merasakan perasaan yang sama. Sampai saat ini, Aku belum menikah Adinda, Aku belum bisa melupakanmu. Orang tuaku serta teman – teman sekerjaku telah berusaha mencarikan jodoh untukku. Dulu rencanaku Adinda, Empat tahun Aku berdinas di Indonesia Timur, Aku berencana setelah pendidikanku selesai, Aku akan datang menemuimu, ke tempat kerjamu. Sayangnya selama tiga bulan kita bertemu, saat Aku belum dapat S.K Penempatan di Indonesia Timur, Aku belum pernah menanyakan alamat rumahmu di kampung. Hingga suatu ketika Aku mencoba menelpon nomor telepon rumahmu , itu pun karena secara kebetulan aku buka –buka catatan kuliahku,nomor telepon rumahmu Aku catat di buku itu. Yang mengangkat Ibumu, Beliau bertanya aku siapa.Aku bercerita kepada Ibumu tentang perasaanku padamu. Ibumu bilang bahwa baru saja dua minggu kamu menikah. Ibu baru tahu kalau anak ibu punya teman bernama Herdi. Beliau meminta maaf atas namamu. Beliau meminta Aku mendoakan pernikahanmu agar sakinah mawadah warrahmah.